Terbalik




Ketika yang putih disebut hitam. Ketika air dipakai untuk membunuh. Ketika uang menjadi dewa pujaan. Toleransi yang selalu didengungkan nyatanya hanya senda gurau. Keadilan yang terus dicita-citakan hanya sebatas fantasi.

Ketika kami coba menjalankan nilai keagamaan kami, engkau sebut intoleran. Ketika kami menolak ajakan keagamaan engkau yang dilarang oleh agama kami, engkau sebut intoleran. Dimakah sifat engkau sebagai orang beragama? Tapi yakin, bahwa itu hanyalah seorang oknum yang kurang yang punya angan pendek. Ia Mencoba memecah belah bangsa. Mencoba memecah belah umat beragama. Memang dari dulu agama menjadi senjata ampuh dalam melawan penindasan, kezaliman, dan juga ketidakadilan. Impian keadilan yang tertera dalam Pancasila yang berlambangkan padi dan kapas. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Keadilan bagi pedagang, petani, pegawai, dan juga jurnalis. Ketika Ranu mencoba menyuarakan kebenaran itulah salahnya dia. Karena di zaman yang serba aneh ini, salah disebut benar. Pembunuhan di zaman ini disebut lazim. Maling dianggap profesi sampingan bagi para pejabat yang gila uang. Itu semua dianggap wajar. Apalagi hanya sekedar Ranu, yang mencoba mencari apa hal yang benar terjadi. Untuk itulah putih terkadang terlihat hitam. Bahkan mungkin kedepannya akan buta warna, hingga tidak bisa membedakan warna yang lainnya. Sampai buta jasmani, buta batin, dan buta hati.

Comments

Popular posts from this blog

Syekh Nawawi Al-Bantani yang Berjuluk Sayyidul Ulama Al-Hijaz

Konfrontasi Politik dalam Pembebasan Irian Barat

Datu Abdussamad, Ulama dari Tanah Bakumpai