Perjalanan AR Sutan Mansur hingga Menuju Muhammadiyah




Ahmad Rasyid Sutan Mansur merupakan tokoh pemberani yang mempunyai pedoman antipenjajah. Bahkan ia pernah menentang Jepang yang mencoba menghalangi pelaksanaan salat karena ingin mengadakan pertemuan jelang maghrib.


Ahmad Rasyid yang pernah menjabat sebagai ketum PP Muhammadiyah ini lahir di Maninjau, Agam, Sumatera Barat pada 15 Desember 1895. Ayah Ahmad Rasyid, Abdul Somad al-Kusaij merupakan seorang ulama terkenal di daerah Maninjau. Abdul Somad beristrikan Siti Abbasiyah atau yang juga dikenal dengan sebutan Uncu Lampur.

Dari kedua orang tuanya itulah, Ahmad Rasyid memperoleh pengajaran tentang nilai-nilai agama. Ahmad Rasyid juga menempuh pendidikan umum dengan bersekolah di Inlandshe School (IS). Selepas di IS, Ahmad Rasyid mendapat tawaran beasiswa untuk melanjutkan pendidikannya di Kweekschool. Karena ketertarikan pada dunia agama, tawaran tersebut ditolaknya. Ia pun lebih memilih untuk mendalami ilmu agama.

Ahmad Rasyid lalu berguru kepada Tuan Ismail (Dr. Abu Hanifah). Selanjutnya atas saran gurunya ini, ia lalu berguru kepada ayahnya Buya Hamka, Dr. Abdul Karim Amrullah (Haji Rasul). Di bawah bimbingan Dr. Abdul Karim Amrullah, Ahmad Rasyid mulai mempelajari Islam secara dalam. Ia diajarkan ilmu tentang ketauhidan, Bahasa Arab, Ilmu kalam, mantiq, tarikh, dan ilmu-ilmu Islam yang lain seperti, tasawuf, Al Qur’an, tafsir, dan hadits. Pada tahun 1917, Ahmad Rasyid kawin dengan Fatimah yang merupakan kakak dari Buya Hamka. Ia dikawinkan oleh Dr. Abdul Karim Amrullah yang mengambilnya sebagai menantunya.

Setahun kemudian, Ahmad Rasyid mulai mengajar di Kuala Simpang, Aceh, atas tugas gurunya. Ahmad Rasyid hanya setahun mengajar di Aceh, lalu ia kembali ke Maninjau. Ia mempunyai tekad untuk melanjutkan studinya ke Univesitas Al-Azhar Mesir. Namun, semua ini harus terhambat karena terjadinya pemberontakan di Mesir melawan Inggris.

Ahmad Rasyid pun memutuskan untuk pegi ke Pekalongan untuk berdagang dan menjadi guru agama bagi para perantau Sumatera dan kaum Muslim lainnya. Kedatangannya di Pekalongan menuai hikmah ketika KH. Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah berkunjung ke Pekalongan untuk mengadakan tabligh Muhammadiyah. Dalam tablihgh tersebut KH. Ahmad Dahlan begitu fasih menjelaskan berbagai persoalan agama yang sedang terjadi. Begitu melihat aksi KH. Ahmad Dahlan tersebut, Ahmad Rasyid begitu terkesan dengan sumbangsih pemikiran pendiri Muhammadiyah ini.

Dari sana Ahmad Rasyid banyak belajar dari KH. Ahmad Dahlan tentang Muhammadiyah. Dengan pemikiran matang, Ahmad Rasyid bergabung dengan perjuangan KH. Ahmad Dahlan di Muhammadiyah. Di siini juga ia mulai berkenalan dengan KH. AR Fakhruddin dan KH. Mas Mansyur. Melihat potensi bakat dari Ahmad Rasyid, KH. Ahmad Dahlan menjadikannya sebagai keua Cabang Muhammadiyah Pekalongan. Selain di tanah Jawa, Muhammadiyah juga berkembang di Minangkabau. Ini mendapat perhatian khusus oleh Pengurus Pusat Muhammadiyah. Maka, Ahmad Rasyid ditugaskan untuk mengawal perkembangan Muhammadiyah di Minangkabau. Hal ini terjadi pada akhir tahun 1926. Dengan metode dakwah yang penuh kelembutan dan tidak menyinggung pendengar, Muhammadiyah Minangkabau dapat meluaskan pengaruhnya. Mudah diterimanya Muhammadiyah disebabkan metode dakwah yang dilancarkan tidak memaksa.

Ahmad Rasyid Sutan Mansur dikenal warga Muhammadiyah sebagai pendobrak, sekaligus penyebar pengaruh organisasi Muhammadiyah di tanah air. Ia juga dikenal sebagai sosok yang antipenjajah. Karena menurutnya, penjajahan berlawanan dengan fitrah sebagai manusia. Ahmad Rasyid Sutan Mansur juga berda pada garda terdepan ketika Belanda menjalankan peraturan Guru Ordonansi. Peraturan ini berupa dilarangnya guru-guru agama Islam untuk mengajar sebelum mendapatkan surat izin dari Pemerintah Belanda. Ia juga pernah menjadi penasehat Bung Karno yang dalam masa pengasingan di Bengkulu. Sosok teladan bagi warga Muhammadiyah ini menghembuskan nafas terakhirnya pada usia 90 tahun. Buya Ahmad Rasyid Sutan Mansur ini meninggal pada hari Senin, 25 Maret 1985 dan dimakamkan di TPU Tanah Kusir, Jakarta Selatan.

Sumber: Sindonews

Comments

Popular posts from this blog

Syekh Nawawi Al-Bantani yang Berjuluk Sayyidul Ulama Al-Hijaz

Konfrontasi Politik dalam Pembebasan Irian Barat

Datu Abdussamad, Ulama dari Tanah Bakumpai