Sunda Kelapa pada Masa Portugis




Sunda Kelapa merupakan nama pelabuhan penting pada masa Kerajaan Pajajaran. Pelabuhan ini pada abad ke-12 dikenal sebagai pelabuhan lada yang cukup sibuk. Kapal-kapal dari Tiongkok, Jepang, India, dan Timur Tengah membawa barang-barang seperti porselen, kopi, sutra, kain, wangi-wangian, kuda, anggur, maupun zat warna berlabuh ke Sunda Kelapa untuk mendagangkan barangnya.

Portugis yang berhasil menaklukan Malaka pada tahun 1511, menjadikannya sebagai basis untuk penjelajahan lebih lanjut di Asia Tenggara dan Asia Timur. Pada tahun 1512 penjelajah Portugis, Tome Pires berhasil tiba di pelabuhan-pelabuhan utara Jawa. Menurut Pires, pelabuhan Sunda Kelapa ketika itu banyak dikunjungi oleh pelaut-pelaut dan pedagang dari Malaka, Sulawesi Selatan, Jawa, dan Madura. Barang dagangan seperti lada, beras, asam, hewan potong, emas, sayuran, serta buah-buahan menjadi mayoritas barang yang diperjualbelikan.

Wilayah Sunda Kelapa ketika itu menurut Portugis terbujur sepanjang satu atau dua kilometer pada potongan-potongan tanah sempit yang dibersihkan di kedua tepi sungai Ciliwung. Tempat ini terletak pada muara sungai Ciliwung yang terletak pada teluk yang terlindung oleh beberapa pulau. Sungai ini menjadi jalan penghubung yang mampu dilalui 10 kapal dagang yang masing-masing dapat memiliki kapasitas 100 ton. Kapal-kapal tersebut pada umumnya dimiliki oleh orang-orang Melayu, Jepang, dan Tiongkok. Sementara itu, kapal-kapal Portugis yang memiliki kapasitas muat lebih dari 100 ton harus berlabuh di depan pantai. Barang-barang komoditas dagang Sunda kerap diangkat dengan Lanchara, yaitu sebuah kapal yang muatannya sampai kurang lebih 150 ton.

Pada tahun 1522, Gubernur Alfonso d'Albuquerque di Malaka mengutus Henrique Leme dalam rangka menghadiri undangan raja Sunda. Saat itu, raja Sunda membangun sebuah benteng keamanan di Sunda Kelapa untuk antisipasi perlawanan terhadap orang-orang Cirebon. Disaat bersamaan, Kerajaan Demak menjadi kekuatan baru yang disegani lawan. Hubungan Sunda dan Portugis kian erat ketika ditandatanganinya sebuah perjanjian yang terdokumentasi pada batu peringatan padrao.

Melihat hal ini Kerajaan Demak tidak tinggal diam. Demak menganggap bahwa perjanjian persahabatan tersebut sebagai bentuk ancaman yang nyata dan memutuskan mengirim Fatahillah untuk mengusir Portugis. Akhirnya pada tanggal 22 Juni 1527, pasukan yang terdiri gabungan antara Demak dan Cirebon berhasil merebut Sunda Kelapa. Tanggal 22 Juni inilah yang sampai saat ini terus dikenang sebagai lahirnya kota Jakarta. Di bawah komando Fatahillah, nama Sunda Kelapa dirubah menjadi Jayakarta yang berarti kota kemenangan. Nama baru ini terinspirasi pada Surat Al-Fath ayat pertama yang berbunyi, "Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata".

Sumber: Wikipedia

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Syekh Nawawi Al-Bantani yang Berjuluk Sayyidul Ulama Al-Hijaz

Konfrontasi Politik dalam Pembebasan Irian Barat

Datu Abdussamad, Ulama dari Tanah Bakumpai