Ketika Sultan Agung Bertikai dengan VOC




Sultan Agung Adi Prabu Hanyakrakusuma lahir di Kotagede tahun 1593 yang memimpin Kesultanan Mataram pada tahun 1613-1645. Sultan Agung mendapat gelar Sultan Agung Abdullah Muhammad Maulana Mataram yang diperolehnya dari pemimpin Ka’bah di Makkah. Ketika naik tahta menjadi Sultan Mataram yang ketiga, Sultan Agung baru berusia 20 tahun.

Hubungan Mataram dengan VOC pernah terjadi kontak pada tahun 1614 ketika Sultan Agung baru setahun menjabat sebagai Sultan Mataram. VOC yang ketika itu masih bermarkas di Ambon mengirim duta untuk mengajak Sultan Agung bekerja sama. Namun, tawaran dari VOC ini ditolak mentah-mentah oleh Sultan Agung. VOC terus-terusan merayu Sultan Agung untuk dapat bekerja sama dengan melihat situasi gagal panen di Mataram ketika sedang berperang menaklukkan Surabaya. Tapi, Sultan Agung tetap teguh dengan menolak tawaran VOC tersebut.

Pada tahun 1619, VOC berhasil menaklukkan Jayakarta dan menggantinya dengan sebutan Batavia. Melihat kekuatan VOC saat itu, Sultan Agung mulai mencoba memanfaatkan VOC untuk bekerjasama dalam persaingan menghadapi Surabaya.

Maka Mataram mulai menjalin hubungan dengan VOC pada ahun 1621 dengan mengirim duta besarnya. VOC menolak membantu Mataram untuk menyerang Surabaya. Akibatnya, hubungan diplomatik keduanya terhenti.

Saat itu saingan berat Mataram tetap Surabaya dan Banten. Sultan Agung mengirimkan pasukannya untuk menaklukkan sekutu Surabaya, yaitu Lumajang pada 1614. Pada pertempuran tersebut Tumenggung Surantani tewas dalam peperangan di Sungai Andaka oleh Panji Pulangjiwa. Pada tahun 1615, Sultan Agung memimpin penyerangan ke Wirasaba (sekarang Mojoagung, Jombang). Melihat ini pihak Surabaya mencoba untuk membalas. Adipati Pajang juga berniat untuk menghianati Mataram dengan mengirim pasukannya, namun mereka masih ragu-ragu. Hasilnya pada tahun Januari 1616, pasukan Mataram berhasil  menghancurkan pasukan Surabaya di Desa Siwalan.

Pasukan Mataram melanjutkan penaklukannya dengan mengepung kota Surabaya secara periodik pada tahun 1620. Penalkukan Mataram yang juga terjadi di Sukadana (Kalimatan sebelah barat daya) dan Madura membuat pasokan makanan ke Surabaya menjadi lemah. Akhirnya, Surabaya mengalami kelaparan pada tahun 1625 yang juga mengakibatkan jatuhnya Surabaya ke tangan Mataram.

Setelah perang penaklukkan Surabaya keadaan Mataram masih belum tenteram. Banyak rakyat yang kelaparan akibat perang yang berkepanjangan. Ditambah dengan mewabahnya penyakit selama tahun 1625-1627 di berbagai daerah yang menewaskan dua per tiga jumlah penduduknya. Terjadi pemberontakan Pati terhadap Mataram pada tahun 1627 yang dipimpin oleh Adipati Pragola yang merupakan sepupu Sultan Agung. Pemberontakan ini dapat dihentikan dengan anggaran yang cukup besar.

Setelah berhasil menalukkan Surabaya, tujuan berikutnya dari Mataram ialah menaklukkan Banten. Namun, keberadaan VOC di Batavia sedikit menjadi penghalang bagi Mataram. Awalnya Sultan Agung menawarkan perdamaian dengan VOC dengan syarat-syarat yang tercantum oleh Matram. VOC menolak tawaran tersebut sehingga Sultan Agung memutuskan untuk perang melawan VOC.

DI bawah pimpinan Tumenggung Bahureksa, pasukan Mataram tiba di Batavia pada 27Agustus 1628. Pasukan kedua tiba dua bulan setelahnya di bawah pimpinan Pangeran Mandurareja (Cucu Ki Juru Martani). Keseluruhan pasukan Mataram berjumlah 10.000 prajurit.

Perang pun terjadi di Benteng Holandia. Pasukan Mataram hancur di tangan VOC dikarenakan kekurangan perbekalan. Menanggapi kekalahan ini, Sultan Agung bertindak tegas dengan menghukum mati Tumenggung Bahureksa dan Pangeran Mandurareja.

Sultan Agung kembali mengirim pasukan ke Batavia pada Mei 1629 di bawah pimpinan Adipati Ukur. Sebulan kemudian pasukan Mataram di bawah pimpinan Adipati Juminah berangkat menyusul pasukan pertama. Total Mataram mengirim 14.000 pasukannya ke Batavia. Kegagalan pada perang pertama melawan VOC dengan kurangnya perbekalan diantisipasi dengan membuat lumbung beras di Karawang dan Cirebon. Namun, siasat ini berhasil diantisipasi VOC dengan memusnahkannya.

Walaupun tetap mengalami kekalahan pada perang kedua ini, pasukan Mataram berhasil membendung dan mengotori Sungai Ciliwung yang mengakibatkan timbulnya wabah penyakit kolera yang melanda di Batavia, bahkan Gubernur Jenderal VOC yaitu, J. P. Coen meninggal karena wabah tersebut.

Sumber: Wikipedia

Comments

Popular posts from this blog

Syekh Nawawi Al-Bantani yang Berjuluk Sayyidul Ulama Al-Hijaz

Konfrontasi Politik dalam Pembebasan Irian Barat

Datu Abdussamad, Ulama dari Tanah Bakumpai