Beda Pandangan Bung Karno dan Bung Hatta



Dua sosok nama presiden dan wakil presiden RI pertama memang masih membekas pada rakyat Indonesia. Soekarno dan Hatta dikenal sebagai dwitunggal yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Namun, kedua bapak bangsa yang memproklamirkan kemerdekaan Indonesia ini pernah terjadi gesekan diantara keduanya karena perbedaan pendapat.

Solichin Salam pada bukunya Soekarna-Hatta menuliskan hasil wawancaranya kepada kedua tokoh tersebut. ”Saya pernah bertanya kepada Bung Karno, apa bedanya ia dengan Bung Hatta,” ujar Solichin Salam. ”Saya unitaris, Hatta federalis,” jawab Bung Karno singkat.

Bung Hatta yang lebih menyukai bentuk negara federal dibanding Bung Karno yang memilih negara kesatuan. ”Saya cenderung kepada bentuk Negara Federal karena melihat contoh negara-negara besar waktu itu, seperti Amerika Serikat atau Uni Soviet yang semuanya berbentuk federal.” ujar Bung Hatta. Walaupun beda pendapat, Bung Hatta menunjukan dirinya sebagai demokrat sejati dengan menerima hasil keputusan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia hasil suara terbanyak.

Pada masa Demokrasi Terpimpin, Bung Karno kerap mengkritik hasil keputusan Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag. Saat itu Indonesia mengirimi delegasi yang dipimpin Bung Hatta. Dari hasil konferensi tersebut terbentuklah Republik Indonesia Serikat (RIS) sebagai negara federal. Hal inilah yang menurut Bung Karno menjadi penyebab memburuknya keadaan nasional pada tahun 1950-1962. Perbedaan pandangan Bung Karno dan Hatta juga terjadi jauh ketika kemerdekaan Indonesia diproklamirkan. Ini terjadi ketika masa perjuangan kemerdekaan, ”Hatta berlainan sekali denganku dalam sifat dan pembawaan,” kata Bung Karno dalam buku ‘Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat’. Menurut Bung Karno, cara Bung Hatta dengan menekankan pada kader-kadernya saat itu dinilai tidak akan membuahkan hasil cepat. Untuk itu, Bung Karno lebih memilih untuk mendatangi rakyat-rakyat jelata dalam perjuangan untuk memerdekakan Indonesia.

Bung Hatta mantap dengan pendiriannya untuk melakukan pendidikan praktis kepada rakyatnya. Menurutnya inilah cara yang dapat menonjolkan para pemimpin-pemimpin dihadapan rakyat, seperti halnya jiwa pemimpin Bung Karno. Perbedaan prinsip kedua tokoh nasional ini terjadi hingga Bung Hatta memutuskan untuk mengundurkan diri dari jabatan Wakil Presiden RI.

Hatta berpendapat bahwa revolusi sudah selesai dan sudah saatnya untuk melakukan pembangunan. Berbeda dengan Soekarno yang mengatakan bahwa revolusi belum selesai. Pengunduran Hatta dari wakil presiden juga didasari oleh situasi pemerintah saat itu. Pemerintahan saat itu (tahun 1950-1958) mengalami situasi saling bertengkar antara parpol karena condong kepada sikap sebagai orang partai dibanding negarawan. Ditambah dengan sikap partai penguasa yang lebih mementingkan kepentingan politik dibanding negara.

Wangsawidjaya (sekretaris pribadi Bung Hatta) mengatakan bahwa perbedaan pendapat antara Soekarno dan Hatta tidak menjadikan keduanya pendendam. Hal ini dibuktikan dengan kunjungan Hatta ketika menjelang meninggalnya Soekarno.

Wangsawidjaya menuturkan pertemuan keduanya, ”Suatu pertemuan yang amat mengharukan antara dua orang sahabat,” demikian tulis Wangsawijaya.


Sumber: Republika

Comments

Popular posts from this blog

Syekh Nawawi Al-Bantani yang Berjuluk Sayyidul Ulama Al-Hijaz

Konfrontasi Politik dalam Pembebasan Irian Barat

Datu Abdussamad, Ulama dari Tanah Bakumpai