Berdemo dengan Cara Tapa Pepe



Tahun 2016 kemarin terdapat sebuah mahakarya dari rakyat Indonesia. Dua kali demo besar-besaran yaitu aksi 411 dan 212 berjalan sangat damai dan indah. Aksi ini dilakukan untuk mengingatkan kepada penguasa sebagaimana fungsinya yaitu, menjadi penegak keadilan dan pembela rakyat. Mereka turun ke jalan untuk memberikan aspirasi kepada penguasa.

Demo  dijamin oleh undang-undang di negara yang menganut sistem demokrasi. Namun, bagi kehidupan masyarakat Nusantara, cara berdemo sudah ada sejak zaman dahulu tapi dengan cara yang berbeda.

Langit Kresna Hariadi penulis buku tentang Gajah Mada memaparkan bahwa aksi protes kaum rakyat kepada penguasa di zaman dahulu dilakukan dengan cara berjemur ramai-ramai untuk menarik perhatian mereka. Tradisi ini dinamakan tradisi Tapa Pepe.

Tapa Pepe pernah dilakukan pada masa Kerajaan Surakarta. Tradisi ini tidak hanya dilakukan oleh sekelompok orang banyak tapi dapat dilakukan secara perorangan. Tempatnya pun disediakan khusus biasanya di alun-alun keraton.

Pada dasarnya protes ini bukanlah penghianatan maupun pembangkangan kepada sang raja atau penguasa. Karena raja merupakan pengaplikasian sebagai tugasnya, “Ratu Adil”, maka protes ini dianggap sah sebagai bentuk pengingat bagi raja.

Tradisi ini dilakukan dengan cara duduk posisi bersila dan menghadapkan badan ke selatan di antara dua pohon kembar beringin di alun-alun Yogya.  Mereka biasanya mengenakan pakaian putih.  Inilah salah satu tradisi luhur dari masyarakat Nusantara. Tapa pepe sangat berbeda dari demonstrasi yang dilakukan oleh orang-orang modern pada saat ini. Aksi protes yang dilakukan dengan cara Tapa Pepe ini jauh dari yang namanya kekerasan, penindasan, dan kebringasan dari peserta aksi. Hal inilah yang menjadi bukti betapa berbudayanya masyarakat Nusantara.

Inilah demokrasi cara Indonesia yang dilakukan dengan cara santun dan tidak menyakiti satu sama lain. Pada tradisi Tapa Pepe jika ada seorang saja yang melakukan protes, raja akan tetap mendatangi ia sebagai bentuk jiwa besar seorang pemimpin.

Sebagai diri yang dipilih berdasarkan kehendak rakyat dan akan mengabdi kepada rakyat, seorang raja atau presiden seharusnya mempunyai sikap jiwa besar ketika mendapat kritik dari rakyatnya. Tradisi Tapa Pepe inilah yang merupakan manifestasi budaya luhur kita untuk menjalankan kehidupan negara demokrasi, salin dengan cara demo yang merupakan barang ‘impor’ dari luar.


Sumber: islamindonesia.id

Comments

Popular posts from this blog

Syekh Nawawi Al-Bantani yang Berjuluk Sayyidul Ulama Al-Hijaz

Konfrontasi Politik dalam Pembebasan Irian Barat

Datu Abdussamad, Ulama dari Tanah Bakumpai