Harmoninasi Hindu-Islam oleh Sunan Kudus



Indonesia itu Jawa iya, Batak iya, Melayu iya, Banjar iya, Bugis iya, Asmat iya, dan banyak lagi. Semuanya itu jadi satu, yaitu Bhinneka Tunggal Ika. Di Indonesia perbedaan bukanlah sebuah hal aneh. Karena sejak zaman dahulu para leluhur kita sudah menyatu dalam sebuah Pancasila yang belum bernama. Hal ini juga yang terjadi di Kudus jauh 500 tahun yang lalu ketika Ja’far Shadiq atau yang dikenal Sunan Kudus melakukan dakwah Islam ke kota ini.

Kota Kudus awalnya bernama Tajuq yang berarti rumah dengan atap yang berbentuk runcing. Setelah datang Sunan Kudus, beliau mengganti nama kota ini menjadi Al Quds yang kemudian dalam pelafalan lidah orang Jawa menjadi Kudus.

Salah satu bukti penyebaran Islam oleh Sunan Kudus dapat dilihat dari peninggalan Masjid Menara Kudus. Masjid ini merupakan hasil akulturasi budaya antara Hindu dengan Islam. Dalam menggabungkan dua budaya yang berbeda agama ini, Sunan Kudus paham betul bagaimana cara menyatukannya tanpa melanggar akidah Islam. Karena beliau dikenal sebagai anggota Walisongo yang ahli dibidang tauhid dan fiqih.

Masjid ini dibangun pada tahun 1549 M atau 956 H dengan peletakkan batu pertama yang didatangkan dari Baitul Maqdis di Palestina. Oleh Sunan Kudus masjid ini diberi nama Masjid Al Aqsha. Penamaan ini dapat dilihat pada prasasti yang ditempatkan di bagian atas mihrab yang bertuliskan Masjid Al Aqsha di negeri Al Quds. Barulah ketika Sunan Kudus mulai melebarkan dakwahnya ke seluruh kota ini, nama masjid berubah menjadi Masjid Kudus.

Hal unik dari masjid ini adalah menaranya yang bercorak candi Jawa Timur. Menara ini menjulang tinggi ke langit dengan tinggi 18 meter. Di sekeliling menara ini terdapat piring yang mengelilingi temboknya sebanyak 32 buah.

Dari 32 buah piring tersebut terdapat gambar manusia dengan unta dan pohon kurma sebanyak 20 buah. Dan sisanya sebanyak 12 piring bergambarkan kembang dengan warna merah putih. Ada pendapat yang mengatakan bahwa menara ini didapat dari bekas candi Hindu. Menara ini mirip dengan Candi Kidal dan Candi Singosari.

Pendapat lain mengatakan bahwa sebelum dibangunnya menara ini, di bawahnya terdapat sumber mata air kehidupan. Khasiat dari air tersebut konon katanya dapat menghidupkan orang yang mati. Oleh karena itu, Sunan Kudus memutuskan untuk menutup sumber air ini dengan membangun menara tersebut.

Di dalam masjid terdapat tiang besar yang terbuat dari kayu jati sebanyak delapan buah. Selain itu, di dalam masjid terdapat kolam yang merupakan padasan peninggalan kuno dan dijadikan tempat wudhu. Di samping kiri dan kanan tempat khatib membaca khutbah terdapat dua bendera. Sementara di serambi depan masjid terdapat gapura paduraksa atau yang lebih dikenal penduduk sekitar dengan sebutan “Lawang Kembar”.

Pada Masjid Menara Kudus ini juga terdapat komplek makan Sunan Kudus beserta keluarganya. Makam ini dibagi menjadi beberapa blok. jalan menuju blok-blok tersebut selalu ditandai dengan gapura yang berbentuk candi. Tembok-tempat yang mengitari pemakaman dibuat dari bata merah yahg disusun menjorok ke luar dan ke dalam. Di dekat makam tersebut terdapat pondokan yang kabarnya sering digunakan untuk pertemuan Walisongo dan tempat dimana Sunan Kudus memberi wejangan kepada santrinya.


Sumber: Wikipedia   I   abouturban.com   I   duniamasjid.islamic-center.or.id

Comments

Popular posts from this blog

Syekh Nawawi Al-Bantani yang Berjuluk Sayyidul Ulama Al-Hijaz

Konfrontasi Politik dalam Pembebasan Irian Barat

Datu Abdussamad, Ulama dari Tanah Bakumpai