Terbentuknya Kesultanan Kotawaringin di Kalteng




Di Kalimantan Tengah terdapat sebuah kesultanan yang pendiriannya berhubungan langsung dengan Kesultanan Banjar. Kesultanan ini bernama Kesultanan Kutaringin (Kotawaringin) yang sekarang wilayahnya meliputi Kabupaten Kotawaringin Barat. Pada mulanya wilayah Kotawaringin merupakan wilayah keadipatian yang dipimpin oleh Dipati Ngganding.

Catatan sejarah di Istana Al-Nursari di Kotawaringin Lama (Kolam) mencatat tahun 1530 atau 1615 sebagai berdirinya kerajaan ini. Sultan Banjar Mustainbillah mengangkat Dipati Ngganding sebagai adipati yang memimpin wilayah Kotawaringin.

Di akhir masa jabatannya, Dipati Ngganding menyerahkan kepemimpinan Kotawaringi kepada Pangeran Dipati Anta Kesuma yang merupakan anak dari Sultan Mustainbillah sekaligus menantu dari Datu Ngganding. Terhubungnya nasab pimpinan Kotawaringin kepada sultan Banjar menjadikan daerah ini sebagai wilayah 'Kepangeran' dengan gelar Sultan Kotawaringin dari Kesultanan Banjar. Walau pimpinan Kotawaringin bergelar sultan, namun status wilayah ini dalam lingkup Kesultanan Banjar tetaplah kepangeran. Hal ini dihormati oleh Sultan Kotawaringin ketika berkunjung ke Kesultanan Banjar lebih memilih memakai gelar Pangeran Kotawaringin.

"Kotawaringin secara langsung menjadi bagian dari Kesultanan Banjar, sehingga sultan-sultan Kotawaringin selalu memakai gelar Pangeran jika mereka berada di Banjar," ujar Sultan Kotawaringin XIV Pangeran Ratu Alidin Sukma Alamsyah di Istana Kuning Pangkalan Bun.

"Tetapi di dalam lingkungan Kotawaringin sendiri, para Pangeran (Pangeran Ratu) yang menjadi raja juga disebut dengan "Sultan,"  tambahnya

Pada masa Sultan Banjar Inayatullah, Sultan Pangeran Anta Kesuma diberikan gelar Ratu Kotawaringin sekaligus penyerahan wilayah sebelah barat Kesultanan Banjar yang meliputi Sungai Barito sampai Sungai Jelai. Dalam masa jabatannya Sultan Pangeran Anta Kesuma lebih memilih tinggal di lanting besar dibandingkan di istana.

Ketika masa pemerintahan Sultan Imanuddin ibukota Kesultanan Kotawaringin dipindah dari Kotawaringin Lama menuju Pangkalan Bun. Pemindahan ini berdasarkan pengalaman Sultan Imanuddin yang sering singgah ke daerah tersebut.

Pangkalan Bun awalnya merupakan daerah singgah Sultan Imanuddin ketika melakukan perjalanan ke Kumai dan Banjarmasin. Pangkalan Bun berasal dari kata Pongkalan yang artinya tempat singgah dan Buun, nama seorang Dayak pemilik rumah yang sering disinggahi Sultan Imanuddin.


Dengan pertimbangan sering melakukan perjalanan ke daerah luar Kotawaringin maka sultan berinisiatif untuk membuat kampung di tempat ia sering bersinggah ke rumah orang Dayak tersebut. Maka terbentuklah kampung dengan nama Pangkalan Bun yang dikenal sekarang.

"Sultan sering hilir mudik, karena jauh muncul keinginan untuk membuat kampung. Dari situlah sejarah nama Pangkalan Bun, Kotawaringin Barat,"  ujarnya.

Sebagai simbol pemindahan ibukota ke Pangkalan Bun, Sultan Imanuddin menancapkan Tiang Sangga Benua sebagai penanda resminya pemindahan ibukota pada tahun 1811. Sultan juga berpesan kepada anak cucu dan rakyatnya tentang pendirian Pangkalan Bun ini.

"Kudirikan Negeri Sukabumi Kutaringin baru Pangkalan Bu’un untuk anak-anaku, cucu-cucuku, keturunanku dan orang-orang yang mau berdiam di negeriku dalam pangkuan Kesultanan Kutaringin,"  pesan Sultan.


Sumber:   Sindonews   I   Wikipedia

Comments

Popular posts from this blog

Syekh Nawawi Al-Bantani yang Berjuluk Sayyidul Ulama Al-Hijaz

Konfrontasi Politik dalam Pembebasan Irian Barat

Datu Abdussamad, Ulama dari Tanah Bakumpai