Kota Banjarmasin, Dari Belanda ke Jepang


Pendudukan Belanda di Banjarmasin berdampak pada pembangunan fisik kota. Di awal abad ke-20 kota Banjarmasin dapat dinikmati dengan sebagai kota yang indah, bersih, dan teratur. Langkah awal menata kota Banjarmasin terjadi pada tahun 1899 di zaman Residen Kroesen. Rencana pembangunan memprioritaskan pembangunan yang berdampak pada ekonomi, pertanian, dan angkutan air. Namun, rencana ini gagal dilaksanakan.

 

Pada tahun 1905, kembali muncul wacana menata kota Banjarmasin oleh Ir. Sebinga Mulder. Ia menyarankan beberapa proyek pembangunan kota Banjarmasin yang baru dibidang pelabuhan dan pertanian. Daerah muara Sungai Alalak direncanakan untuk pelabuhan. Sementara itu daerah Alalak padang akan dijadikan persawahan pasang surut. Pembangunan kota ini seluruhnya akan diarahkan ke daerah antasan Sungai Andai dan Sungai Alalak sebagai pelabuhan kota.

 

Namun, ide pembangunan kota dari Ir. Sebinga Mulder juga gagal dilaksanakan. Hal ini karena terbentur biaya pembangunan yang mahal. Selain itu terdapat persaingan dengan Bormusij alias ‘si kompeni kecil’ yang banyak menguasai tanah-tanah dagang di pelabuhan maupun pasar. Bormusij menantang keras pembuatan pelabuhan dan pasar baru.

 

Pada tahun 1937 direncanakan kembali pembangunan kota Banjarmasin. Rencana ini dilaksanakan secara bertahap antara tiga tahun sampai lima tahun. Upaya ini kembali gagal dilaksanakan setelah Jepang berhasil menguasai Banjarmasin pada tahun 1942.

 

Jepang melakukan pengejaran terhadap orang-orang Belanda di Banjarmasin. Sejumlah orang Belanda dan walikota R.H. Mulder dipancung oleh Jepang di Jembatan Coen. Untuk memulihkan keadaan kota, Japanese Army Command menyerahkan kendali kota Banjarmasin dan daerah lainnya kepada Pimpinan Pemerintahan Civil (PPC) yang dipimpin oleh Pangeran Muda Ardi Kesuma, Dr. Soesoedoro Djatikoesemo, dan Mr. Roesbandi.

 

PPC segera bergerak mengkoordinir lembaga-lembaga untuk memulihkan keadaan kota. Bagian dari Benteng Tatas yang tidak terbakar digunakan Jepang untuk menahan tawanan-tawanan Belanda. jepang juga memperbaiki Jembatan Coen yang rusak parah. Dalam bidang ekonomi Jepang masih membolehkan penggunaan mata uang Hindia Belanda disamping tentunya mata uang Jepang.

 

Penguasaan daerah Kalimantan Selatan dan Tengah dari pemerintahan sipil dipulihkan dengan penyerahan kekuasaan dari PPC kepada bala tentara Jepang sesuai surat keputusan Kapten W. Okomoto.

 

Pada tanggal 1 April 1942, Kapten W. Okomoto menyerahkan kekuasaan kepada Omori yang dibantu oleh K. Shogenyil. Dua orang Jepang ini sebelumnya sudah bekerja di Banjarmasin sebagai dokter gigi dan mata-mata Jepang.

 

Sumber:   "Banjarmasin Tempo Dulu dalam Narasi Foto" Pemerintah Propinsi Kalimantan Selatan Dinas Kebudayaan dan Parawisata Museum Lambung Mangkurat Banjarbaru 2003.


Comments

Popular posts from this blog

Syekh Nawawi Al-Bantani yang Berjuluk Sayyidul Ulama Al-Hijaz

Konfrontasi Politik dalam Pembebasan Irian Barat

Datu Abdussamad, Ulama dari Tanah Bakumpai