Putri Junjung Buih dari Tanjungpura


Pada abad ke-7 masyarakat wilayah Tajungpura masih berbentuk kelompok-kelompok yang dipimpin oleh ketua kelompok masing-masing. Seiring berjalannya waktu kelompok-kelompok tersebut menyatukan diri dan memilih pemimpin tunggal. Mereka sepakat memilih Ratu Mangkup sebagai pemimpin mereka. Kondisi masyarakat pada masa kepemimpinan Ratu Mangkup berjalan damai dan aman.

 

Secara berurutan kepemimpinan Tanjungpura silih berganti. Setelah meninggalnya Ratu Mangkup kepemimpinan dilanjutkan oleh anaknya yang bernama Ratu Bintan Putih Bitara Putih. Lalu, diteruskan oleh Ratu Bintan Joga Bitara Joga sampai meninggal dan digantikan oleh anaknya yang bernama Ratu Tari Batu.

 

Pada masa kepemimpinan Ratu Tari Batu dilakukan perluasan wilayah pertanian dan perkebunan. Ketika panen tiba buah-buahan tersebut diberi nama sesuai identitas masing-masing. Seperti nama buah kuini yang memiliki arti buah yang sangat disenangi oleh ratu. Ada juga nama pohon kelimantan yang terdiri dari dua suku kata yaitu keli yang memiliki arti sangat dan mantan yang artinya besar. Dalam perkembangannya kata tersebut berubah penyebutan menjadi Kalimantan.

 

Ketika Ratu Tari Batu meninggal kepemimpinan diteruskan oleh anaknya Ratu Bintan Joga Bitara Joga. Lalu diteruskan Ratu Manguntang Pukat Mengawat hingga sampai ratu ketujuh yaitu Ratu Nurna Ningsih.

 

Ratu Nurna Ningsih memiliki anak kembar yang bernama Indera Segara dan Indera Manguntang. Ketika dewasa kedua anak ini melakukan sesuatu yang terlarang sehingga mendapat hukuman buangan dari Ratu Nurna Ningsih. Imbas dari perbuatan mereka ini melahirkan tujuh bayi. Kemudian bayi-bayi tersebut dimasukan ke dalam tabung yang terbuat dari kayu lalu dihanyutkan ke sungai.

 

Seorang patih menemukan tabung-tabung tersebut namun kembali dibuang dan dihanyutkan ke dalam sungai. Enam tabung tersebut tersangkut di seberang Sungai Laur sedangkan satu yang tersisa terus hanyut sampai Kumpai Melayu. Bayi yang satu ini bernama Dayang Potong ditemukan oleh Rangga Santap. Oleh Rangga Santap namanya dirubah menjadi Putri Junjung Buih.

 

Setelah dewasa anak Rangga Santap yang bernama Sagara Buana memperistri Putri Junjung Buih sekaligus menjadikannya ratu di wilayah tersebut. Dari keturunan Putri Junjung Buih inilah yang kelak menurut cerita menjadi penguasa Kerajaan Tanjungpura pada masa selanjutya.

 

Referensi:    Sejarah Kebudayaan Kalimantan Diterbitkan oleh Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional Tahun 1993

Comments

  1. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete
  2. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete
  3. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Syekh Nawawi Al-Bantani yang Berjuluk Sayyidul Ulama Al-Hijaz

Konfrontasi Politik dalam Pembebasan Irian Barat

Datu Abdussamad, Ulama dari Tanah Bakumpai