Aku Lupa





Pada pertengahan Juli tadi begitu banyak undangan-undangan yang mengajak diriku. Mulai dari acara reunian sampai pertemuan 30 menit untuk buka puasa bersama. Dari sana wajah-wajah imut kawan-kawanku ketika masa kecil tidak terlihat lagi. Bahkan ada yang berubah total. Wajar lah, selama lebih dari 3 tahun tidak bertemu.



Dari sana mereka berkisah masing-masing. Ada yang mengingatkan kejahilan kami ketika masih menjadi bocah ingusan. Ada juga yang berkisah pergi jauh ke depan. Mereka berbincang tentang apa yang akan mereka teruskan setelah lulus sekolah. Macam-macam kisah yang didapat dari pertemuan tersebut. Ada yang lucu, ada juga yang sedih. Tapi kita semua tidak lupa kejadian-kejadian tersebut, apalagi kejadian konyol pada masa silam.

Tapi ada seorang yang membuatku canggung. Ia sebenarnya karibku, duduk sebangku selama kurang lebih dua tahun. Banyak sebenarnya yang ku ingat tentang dirinya namun ada yang paling ku ingat darinya yang selalu terngiang di kepalaku. Ialah dosaku kepadanya. Sebuah dosa yang seharusnya menyakitkan hatinya.

Dan ketika pertemuan ini ditakdirkan, diriku langsung mencari ia. Ia yang membuat acara ini menjadi asing bagiku. Ia seperti biasa dengan santainya menyapa semua kawan-kawannya dengan sapaan khasnya. Dan ketika giliranku tiba, ia sapa diriku dengan begitu ringan dan sumringah pada wajahnya. Aku pun juga menyapanya dengan beberapa konteks-konteks yang terngiang di kepalaku.

Ku rasa aneh. Sebuah dosa yang kulontarkan kepadanya tidak terlihat ketika ia menyapa ku. Dosa itu seharusnya dapat membuatnya paling tidak muak ketika melihat wajahku. Juga seharusnya dia membenci makhluk seperti aku yang pernah membuatnya sakit hati. Atau mungkin ia hanya berakting, tapi tidak mungkin bagiku.

Sampai pada saatnya ketika waktunya tepat kutanyakan dosaku ini kepadanya. Ia linglung menatap wajahku. Tatapannya aneh seperti orang yang kebingungan tapi tidak semestinya. Ku pikir ia akan marah menonjok wajahku. Tapi ia hanya berujar "aku lupa soal itu". Hah!!! Kaget pikirku apa ia pikun? Dosa itu jika terjadi pada diriku cukup membuat tiga tahun waktuku terngiang tentang itu. Tapi ia melupakannya begitu saja.

Ia kembali meneruskan jawabannya dengan kata-kata yang entah apa namanya. Ia berkata "Aku sudah lupa dengan dosa-dosa yang semua orang perbuat kepadaku baik kemaren, hari ini juga besok. Juga segala kebaikan yang ku perbuat. Tapi aku merasa berdosa jika melupakan jasa-jasa baik orang kepadaku"

Aku ternganga dengan jawabannya. Ia menjadi pelupa untuk hal-hal tersebut. Mungkin ada baiknya jika menjadi orang pelupa atau pikun. Pikun dengan segala cacian, makian, dan kejahatan orang lain. Pikun juga dengan kebaikan yang kita perbuat agar nantinya tidak menuntut bayaran. Tapi Tuhan Yang Maha Esa tidak akan pikun dengan segala kebaikan yang kita perbuat.

Comments

Popular posts from this blog

Syekh Nawawi Al-Bantani yang Berjuluk Sayyidul Ulama Al-Hijaz

Konfrontasi Politik dalam Pembebasan Irian Barat

Datu Abdussamad, Ulama dari Tanah Bakumpai