Kisah Pertemuan Datu Kelampayan dan Datu Sanggul


Dalam suatu riwayat pernah disampaikan bahwa, ketika Datu Kelampayan melaksanakan solat Jum'at di Mekkah ada sesuatu yang membuatnya heran. Ada seseorang yang solat di dekatnya yang menarik perhatian Datu Kelampayan. Orang tersebut memakai pakaian baju palimbangan hitam dan celana hitam serta memakai laung.

Datu Kelampayan yakin bahwa orang tersebut bukan penduduk asli Mekkah. Karena tidak ada penduduk Mekkah yang berpakaian demikian. Pakaian seperti itu hanya dipakai oleh orang-orang Banjar juga orang di tanah Jawa. "Tidak salah lagi, ini pasti orang Banjar" pikir Datu Kelampayan.

Lalu Datu Kelampayan menghampiri orang tersebut dan mengulurkan tangannya sembari bersalaman. Lalu Datu Kelampayan membawa orang tersebut untuk singgah ke rumah. Dan ketika sampai di rumah, Datu Kelampayan menanyakan siapa nama beliau. Beliau menjawab bahwa ia bernama Datu Sanggul. Datu Kelampayan bertanya lagi, "Saudara ini orang mana? Asal negeri mana dan sudah berapa lama tinggal di Mekkah?"

Datu Sanggul menjawab, "Setiap Jum'at datang ke sini untuk bersembahyang, dan aku berasal dari Banjar. Tempat diamku di Banjar, tepatnya di Tatakan".

"Jauh juga. Kalau begitu melewati Martapura, Kayu Tangi. Melalui tempat tinggal ku. Itu sangat jauh. Jika demikian dengan apa ke mari setiap Jum'at?" ujar Datu Kelampayan bertanya.

Datu Sanggul menjawab, "Aku tidak memakai apa-apa. Hanya hendak ke mari saja. Dan kebetulan Allah SWT memberikan kekuatan kepadaku sehingga aku sampai ke sini".

Jawaban tersebut dinilai tidak masuk akal bagi Datu Kelampayan. Karena jarak Tatakan ke Mekkah yang begitu jauh tidak mungkin ditempuh dalam waktu yang singkat dan bahkan tidak memakai apa-apa. Namun dialek yang dipakai Datu Sanggul meyakinkan Datu Kelampayan bahwa ia berasal dari Banjar.

Untuk itu Datu Kelampayan kembali bertanya ke datu Sanggul, "Kalau betul engkau pulang pergi dari Tatakan ke sini, coba tolong hari Jum'at yang akan datang bawakan oleh-oleh dari kampung. Aku sudah sangat lama tidak pulang. Mungkin sudah mencapai waktu 30 tahun. Selama ini aku berada di Mekkah tak pernah kemana-mana. Nah kira-kira buah apa di kampung kita? Bawakan ke mari untukku, terutama di Martapura sekarang musim apa kiranya" ujar Datu kelampayan.

Datu Sanggul beridiri di depan jendela. Tangannya dilambaikannya ke luar jendela. Ketika ia menarik kembali tangannya, ada sebiji durian dan kuini. "Nah, Datu Kayu Tangi ambil durian dan kuini ini. Ini datang dari Sungkai" kata Datu Sanggul.

Buah itu diterima Datu Kelampayan dan dilihatnya masih terdapat getah dari pohonnya. Seperti baru dipetik dari rumah sebelah. Datu Kelampayan kemudian membelah buah tersebut dan dilihatnya daging buah tersebut masak.

Di Mekkah kedua buah tersebut memang tidak ada. Dan ketika Datu Kelampayan kembali ke Tanah Banjar, beliau mendengar bahwa ada kisah tentang buah kuini dari Kerajaan Banjar yang menghilang. Beliau pun kaget. Ternyata buah tersebut merupakan buah yang dipetik Datu Sanggul.


Sejak pertemuan awal tersebut Datu Kelampayan dan Datu Sanggil semakin sering bertemu ketika salat Jum'at. Hingga terjalin persahabatan keduanya. Datu Kelampayan sering mengajak Datu Sanggul untuk mampir ke kediamannya. Dari situlah lahir Kitab Barencong. Yakni kitab yang dibagi dua secara diagonal. Satu bagian dipegang oelh Datu Kelampayan dan sebagian lainnya dibawa oleh Datu Sanggul

Comments

Popular posts from this blog

Syekh Nawawi Al-Bantani yang Berjuluk Sayyidul Ulama Al-Hijaz

Konfrontasi Politik dalam Pembebasan Irian Barat

Datu Abdussamad, Ulama dari Tanah Bakumpai