Perlawanan Bangsa Indonesia terhadap Jepang
Masa pendudukan Jepang di Indonesia disikapi secara beragam oleh para pejuang dan tokoh pergerakan. Beberapa tokoh meyakini bahwa bangsa Indonesia akan meraih kemerdekaan melalui perantara Jepang. Ada pula tokoh yang berpendapat bahwa Jepang tidak berbeda dengan Belanda yang menjajah Indonesia. Keragaman pendapat itu menjadi latar belakang perbedaan strategi dalam berjuang menghadapi Jepang.
A. Strategi Kooperatif
Strategi kooperatif dilakukan dengan cara bekerja sama dengan Jepang atau terlibat langsung dan aktif dalam organisasi-organisasi Jepang. Dengan demikian, para pemuda Indonesia mendapat pelajaran militer dari organisasi-organisasi tersebut. Mereka tidak menentang secara frontal pemerintah bala tentara Jepang. Gerakan-gerakan yang bersifat kooperatif terhadap pendudukan bala tentara Jepang sebagai berikut.
1. Gerakan 3A
Gerakan 3A (Nippon Cahaya Asia, Nippon Pelindung Asia, dan Nippon Pemimpin Asia) merupakan gerakan resmi yang didukung oleh pemerintah. Gerakan 3A dibentuk pada bulan Maret 1942. Gerakan 3A dianggap Jepang tidak efektif sehingga dibubarkan pada bulan Desember 1942.
2. Pusat Tenaga Rakyat (Putera)
Setelah Gerakan 3A dibubarkan, pemerintah pendudukan militer Jepang membentuk Putera pada tanggal 1 Maret 1943. Pemimpin Putera dikenal dengan Empat Serangkai yang terdiri atas Soekarno, Moh. Hatta, Ki Hajar Dewantara, K. H. Mas Mansyur. Bagi Jepang tujuan pembentukan Putera untuk mengumpulkan segala potensi yang dimiliki bangsa Indonesia dalam rangka menghadapi Perang Asia Timur Raya. Putera akhirnya dimanfaatkan untuk membela rakyat dari kekejaman Jepang serta untuk menggembleng mental dan semangat nasionalisme, cinta tanah air, antikolonialisme, dan imperialisme.
3. MIAI
Jepang memberi kelonggaran kepada golongan Islam di Jawa dan mengizinkan organisasi Islam dari zaman Hindia Belanda, yaitu Majelis Islam A'la Indonesia (MIAI) tetap berdiri. Kebijakan ini merupakan upaya pendekatan Jepang terhadap golongan Nasionalis Islam agar umat Islam tidak melakukan kegiatan-kegiatan politik. Pada bulan Oktober 1943 MIAI dibubarkan dan diganti dengan Majelis Sjoero Moeslimin Indonesia (Masjoemi). Tokoh yang terlibat dalam Masjoemi antara lain K. H. Hasjim Asj'ari, K. H. Mas Mansyur, K. H. Faris Ma'ruf, K. H. Mukti, K. H. Wahid Hasjim
B. Strategi Nonkooperatif
Melalui strategi nonkooperatif para pejuang secara ilegal menghadapi kekejaman Jepang. Beberapa elemen perjuangan di bawah ini menerapkan strategi nonkooperatif.
1. Strategi Gerakan Bawah Tanah
Strategi ini diterapkan karena pemerintah Jepang menekan dan melarang golongan oposisi. Beberapa pejuang nasionalis kemudian mengambil jalan melakukan gerakan di bawah tanah. Mereka diam-diam menghimpun kekuatan rakyat serta menanamkan semangat persatuan dan kesatuan dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Kelompok pergerakan nasional yang menjalankan strategi gerakan bawah tanah antara lain Kelompok Sutan Sjahrir, Kelompok Amir Syarifuddin, Kelompok Praptan 10, dan Kelompok Menteng 31
2. Perlawanan Rakyat
Kekejaman tentara pendudukan Jepang mendorong reaksi dari rakyat dan pejuang. Mereka mengangkat senjata untuk melawan kekejaman Jepang. Beberapa perlawanan terhadap Jepang sebagai berikut.
a) Perlawanan di Singaparna
Pada bulan Februari 1944 di Pesantren Sukamanah, Singaparna, Jawa Barat, terjadi perlawanan terbuka umat Islam terhadap Jepang di bawah pimpinan K. H. Zaenal Mustafa. Sebab perlawanan adalah adanya perintah upacara Seikeirei (penghormatan pada kaisar Jepang dengan cara membungkuk ke arah matahari terbit). Dalam sebuah serangan tanggal 24 Februari 1944 perlawanan K. H. Zaenal Mustafa berhasil dipatahkan.
b) Perlawanan Aceh
Perlawanan umat Islam secara terbuka terjadi di Aceh setelah delapan bulan tentara Jepang masuk daerah ini. Pemimpinnya adalah Tengku Abdul Djalil, guru madrasah di Cot Pileng, Lhokseumawe. Tengku Abdul Djalil kemudian terbunuh bersama 86 muridnya. Pada bulan November 1944 di Aceh, Teuku Hamid (Perwira Giyugun) bersama dengan satu pleton pasukannya melarikan diri ke hutan untuk melakukan perlawanan terhadap Jepang. Perlawanan Teuku Hamid merupakan reaksi atas paksaan-paksaan yang dilakukan Letnan Nemoto. Penduduk dipaksa bekerja membuat jalan dan lubang-lubang perlindungan. Jepang mengepung asrama giyugun dan menyandera seluruh anggota keluarga Teuku Hamid dan pasukannya. Dengan cara ini perlawanan Teuku Hamid pun bisa dipatahan.
c) Perlawanan PETA
Perlawanan PETA dilatarbelakangi oleh kebijakan Jepang dalam bidang kemiliteran. Para perwira PETA statusnya rendah, di sisi lain anggota PETA melihat pemerasan ekonomi dan pengerahan romusa (tenaga kerja paksa) yang membangun kubu-kubu pertahanan di Pantai Selatan. Para romusa dipaksa bekerja berat sejak pagi sampai sore tanpa istirahat dan tanpa bayaran. Pada tanggal 14 Februari 1945 Syodanco Supriyadi memimpin pemberontakan PETA di Blitar. Sasaran pertama adalah rumah para pelatih dan gedung kempetai serta sebuah hotel Jepang. Dalam pemberontakan itu beberapa orang Jepang terbunuh.
This comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDeleteThis comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDeleteThis comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDeleteThis comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDeleteThis comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDelete