Faktor Penyebab Konflik Indonesia-Belanda


Meskipun Indonesia telah merdeka, Belanda ingin menjadikan Indonesia sebagai jajahannya kembali. Konflik antara Indonesia dan Belanda pun tidak bisa dihindari. Inilah periode sejarah yang disebut periode Revolusi Kemerdekaan. Secara lebih terperinci, faktor-faktor yang menyebabkan konflik Indonesia-Belanda pascaproklamasi kemerdekaan sebagai berikut.


Kedatangan Tentara NICA
Tentara Sekutu mendarat di Jakarta pada tanggal 29 September 1945 dipimpin Sir Philip Christison. Pendaratan tentara Sekutu kemudian dilakukan di Padang, Medan, dan Bandung pada tanggal 13 Oktober 1945 serta di Surabaya pada tanggal 25 Oktober 1945. Tugas tentara Sekutu di Indonesia antara lain, menerima penyerahan resmi dari pihak Jepang, kemudian melucuti dan memulangkan tentara Jepang ke negerinya. Selanjutnya, pasukan Sekutu bertugas menyelamatkan, memberikan bantuan, serta mengevakuasi Allied Prisoners of War and Internees (APWI). APWI adalah internian serta tawanan orang-orang Sekutu oleh Jepang yang disekap dalam kamp-kamp khusus selama perang.

Sekutu juga bertugas mengambil alih wilayah yang diduduki Jepang; mengusut dan menuntu penjahat-penjahat perang; menjaga keamanan, serta menjaga ketertiban di wilayah yang diambil alih. Kedatangan Sekutu awalnya diterima baik oleh rakyat Indonesia. Keadaan ini berubah setelah diketahui bahwa Sekutu membawa tentara Netherland Indies Civil Administration (NICA). Situasi semakin memburuk setelah NICA melakukan provokasi dan kerusuhan di Jakarta, Surabaya, dan Bandung. Dalam kurun waktu 1946-1949, tentara Belanda (KL dan KNIL) melakukan berbagai operasi militer untuk menghancurkan Tentara Nasional Indonesia (TNI). Selama agresi itu Belanda sering melakukan pelanggaran HAM berat yang termasuk dalam kategori kejahatan atas kemanusiaan (crimes against humanity).

Blokade Ekonomi Belanda
Belanda menerapkan strategi blokade ekonomi dengan cara menutup jalur laut. Blokade adalah pengepungan (penutupan) suatu daerah, negara, atau kawasan sehingga orang, barang, dan kapal tidak dapat masuk dengan bebas. Dengan demikian, blokade ekonomi Belanda dilakukan untuk menutup pintu keluar masuk perdagangan Indonesia. Blokade laut mulai diterapkan Belanda pada bulan November 1945.


Ada beberapa faktor yang melatarbelakangi blokade laut Indonesia oleh Belanda. Selain mencegah masuknya senjata di Indonesia dan mencegah keluarnya hasil-hasil perkebunan milik Belanda, blokade bertujuan menjauhkan pengaruh bangsa asing terhadap Indonesia. Dampaknya bagi Indonesia sungguh berat, komoditi perdagangan milik pemerintah Indonesia tidak bisa diekspor.

Langkah Belanda ini bertujuan untuk menciptakan keresahan dan kerusuhan sosial agar muncul kebencian rakyat terhadap pemerintah Republik Indonesia. Blokade ekonomi oleh Belanda merupakan senjata ekonomi untuk merobohkan pemerintah Republik Indonesia. Dengan menghqncurkan perekonomian bangsa Indonesia, Belanda berharap bisa dengan mudah menjajah Indonesia kembali.

Belanda Menerapkan Politik Devide et Impera terhadap Republik Indonesia


Belanda melancarkan politik devide et impera terhadap Republik Indonesia yang terselubung dalam ide federalisme ala van Mook. Van Mook menggelar Konferensi Malino pada tanggal 15-25 Juli 1946 untuk membahas berdirinya Negara Indonesia Timur (NIT). Selain itu, van Mook membahas pemntukan negara-negara bagian di Indonesia Timur. Untuk tujuan itu selama dalam situasi perang, Belanda membentuk negara-negara boneka di daerah-daerah yang diduduki tentara Belanda sebagai persiapan pembentukan Republik Indonesia Serikat (RIS). Pembentukan negara-negara boneka merupakan usaha disintegrasi pertama yang dilancarkan oleh Belanda terhadap bangsa dan negara Indonesia. Dinintegrasi tersebut dengan mudah dilaksanakan oleh Belanda kerena Republik Indonesia masih muda dan belum mempunyai kekuatan yang cukup untuk menghadapinya.

Comments

Popular posts from this blog

Syekh Nawawi Al-Bantani yang Berjuluk Sayyidul Ulama Al-Hijaz

Konfrontasi Politik dalam Pembebasan Irian Barat

Datu Abdussamad, Ulama dari Tanah Bakumpai