Konfrontasi Politik dalam Pembebasan Irian Barat


Menurut pasal 2 ayat (1) Piagam Penyerahan Kedaulatan, kedudukan wilayah Irian Barat (Niuew-Guinea) berada dalam status quo. Dalam waktu satu tahun setelah tanggal penyerahan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat, masalah Irian Barat akan diselesaikan dengan cara perundingan. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu Belanda mulai mengingkari hasil Konferensi Meja Bundar, khususnya masalah Irian Barat.

Konfrontasi politik yang dilakukan Indonesia melalui cara-cara berikut ini.

Pembatalan Hasil Konferensi Meja Bundar
Pada tahun 1956 secara sepihak Indonesia membatalkan hasil Konferensi Meja Bundar yang dikukuhkan dalam Undang-Undang Nomor 13 tahun 1956. Selanjutnya untuk mengesahkan kekuasannya atas Irian Barat, pada tanggal 17 Agustus 1956 Kabinet Ali Sastromidjojo membentuk pemerintahan sementara Irian Barat. Salah satu tujuannya adalah mendeklerasikan pembentukan Provinsi Irian Barat sebagai bagian dari Republik Indonesia. Provinsi Irian Barat yang terbentuk itu meliputi wilayah Irian yang masih diduduki Belanda ditambah daerah Tidore, Oba, Patani, dan Wasile di Maluku Utara. Pusat pemerintahan Provinsi Irian Barat berada di Soasiu, Tidore, Maluku. Sultan Zaenal Abidin Syah (Sultan Tidore) dilantik pada tanggal 23 September 1956 sebagai gubernur pertama. Pembentukan pemerintahan sementara Provinsi Irian Barat ini menyebabkan Belanda semakin terdesak secara politis.

Pembubaran Uni Indonesia-Belanda
Penolakan Belanda terhadap masalah Finek yanh diajukan Indonesia mengakibatkan Indonesia membuat keputusan membubarkan Uni Indonesia-Belanda secara sepihak. Pembubaran dilakukan oleh Kabinet Burhanuddin Harahap pada tanggal 13 Februari 1956. Pembubaran Uni Indonesia-Belanda ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1956. Undang-undang tersebut menyatakan bahwa hubungan antara Indonesia dan Belanda merupakan hubungan yang lazim antardua negara yang berdaulat penuh berdasarkan hukum internasional.

Pembentukan Front Nasional Pembebasan Irian Barat (FNPIB)
Pada tanggal 4 Januari 1958 pemerintah membentuk Front Nasional Pembebasan Irian Barat (FNPIB). Tujuan pembentukan FNIPIB untuk mengerahkan massa dalam upaya pembebasan Irian Barat. Ketegangan Indonesia-Belanda semakin memuncak ketika Indonesia memustukan hubungan diplomatik dengan Belanda pada tanggal 17 Agustus 1960.

Pemutusan Hubungan Diplomatik Indonesia-Belanda
Pada tanggal 17 Agustus 1960 Indonesia memutuskan hubungan diplomatik dengan Belanda. Dalam pidato "Jalan Revolusi Kita Bagaikan Malaikat Turun dari Langit" pada peringatan HUT Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, Presiden Soekarno mengumumkan pemutusan hubungan diplomatik dengan Belanda.

Comments

  1. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete
  2. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete
  3. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete
  4. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete
  5. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete
  6. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete
  7. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Syekh Nawawi Al-Bantani yang Berjuluk Sayyidul Ulama Al-Hijaz

Datu Abdussamad, Ulama dari Tanah Bakumpai