Pemusnahan Etnis Cina oleh VOC tahun 1740



Di Indonesia sudah berlangsung sangat lama terjadi asimilasi warga Cina di Indonesia. Dalam bingkaian tersebut, warga Cina di Indonesia juga mengalami beberapa peristiwa kelam. Tertulis di sejarah, pada tahun 1740 terjadi suatu peristiwa yang menjadi noda paling hitam di Jakarta. Berdasarkan data kontemporer, disebutkan tidak kurang 10 ribu warga Cina dari berbagai umur dan jenis kelamin dibantai secara kejam oleh VOC.



Kasus pembantaian tersebut, terhitung puluhan kali bahkan ratusan kali lebih dahsyat dari kerusuhan Mei 1998.




Peristiwa ini dilatarbelakangi ketika orang-orang Cina yang berjumlah mencapai 80 ribu berusaha mencari pekerjaan di Jakarta. Pabrik-pabrik gula menjadi mayoritas tujuan mereka karena pada saat itu menjanjikan penghasilan yang lumayan.



Namun, ketika membludaknya gula Malabar dari India, mengakibatkan harga gula di pasaran internasioanl turun drastis. Ini berdambak pada pabrik-pabrik gula di Jakarta yang sebagian besar  memilih gulung tikar. Otomatis banyak warga Cina yang di PHK paksa dan terpaksa menganggur bahkan menjadi gelandangan. Hal ini juga yang mengakibatkan tinggi tingkat kriminalitas di Jakarta yang pada masa itu masih bernama Batavia.



Untuk mengantisipasi mengembungnya kembali warga Cina, VOC membuat kebijakan baru. VOC membuat peraturan baru dengan membatasi kedatangan orang-orang Cina. Orang Cina yang ingin tinggal di Jakarta harus mempunyai izin tinggal juga harus membuat usaha sendiri atau berdagang.



VOC kembali menambah peraturan yang memberatkan warga Cina. Setiap warga Cina, yang tidak mempunyai pekerjaan, walau punya izin tinggal, harus ditangkap. Warga Cina heboh dengan peraturan baru ini. Mereka terpaksa mengurung diri di rumah dan juga menutup toko-toko.



Ketika VOC melakukan razia, para warga Cina yang tertangkap diberangkatkan paksa ke Sri Langka. Di tengah perjalanan menuju Sri Langka, terdengar berita bahwa mereka yang tertangkap akan dilemparkan ke tengah laut. Seluruh warga Cina di Batavia (Jakarta) menjadi panik. Mendengar berita tersebut, warga Cina merespon dengan membentuk kelompok yang terdiri atas 50 hingga 100 orang. Mereka mempersenjatai diri mereka untuk melawan VOC.



Tragedi pun terjadi, pasukan VOC yang menuju perjalanan ke Tanggerang diserang oleh orang-orang Cina. Situasi semakin buruk ketika tanggal 8 Oktober 1740, orang-orang Cina yang berada di luar Batavia juga mulai menyerbu kota.



Atas dasar itu, VOC melakukan perlawanan diri dengan melakukan tindakan yang tidak berperikemanusiaan. Ketika itu tepat tanggal 10 Oktober 1740, Gubernur Jenderal Adrian Volckanier mengeluarkan sebuah perintah yang ditulis disurat dengan perintah untuk membunuh dan membantai orang-orang Cina.



Semua dilakukan secara biadab. Bahkan kapal-kapal VOC yang baru bersandar di Bandar Sunda Kelapa, diharuskan untuk membantai orang-orang Cina jika bertemu.



Mereka melakukan perampokan, membakar, bahkan menjarah toko-toko, dan juga –mohon maaf- memperkosa wanita-wanita Cina tanpa mengenal malu. Begitu binatangnya sikap mereka, bahkan bayi-bayi yang berada di RS Cina (kira-kira di depan Stasion KA Beos), juga dibunuh. Tidak ketinggalan orang-orang Cina yang berada di penjara bawah tanah Balaikota dengan jumlah 500 orang juga dibunuh.



Dalam melakukan perlawanan terhadap VOC, orang-orang Cina dipimpin oleh seorang kapiten Nie Hoe KOng. Ketika itu, Nie Hoe Kong, yang merupakan kapiten Cina, divonis 25 tahun penjara dan diasingkan ke Sri Langka. Setelah mengajukan banding, akhirnya Nie Hoe Kong dibuang ke Maluku. Sementara rumahnya yang ditinggalkan ditembaki dengan meriam untuk memusnahkannya.



Akhir dari pembantaian ini ialah, digantinya Gubernur Jenderal Valckenier dengan Baron van Imhoff.

Comments

Popular posts from this blog

Syekh Nawawi Al-Bantani yang Berjuluk Sayyidul Ulama Al-Hijaz

Konfrontasi Politik dalam Pembebasan Irian Barat

Datu Abdussamad, Ulama dari Tanah Bakumpai