Prof. Google Ditanya


Awalnya sebuah ilmu berawal dari akal yang diberikan oleh Yang Maha Kuasa. Banyak yang terdokumentasikan benang-benang penghubung zaman tersebut. Dari sejarah, ilmu pasti, dan juga hitung-berhitung. Semuanya didokumentasikan pada berbagai hal.

Sebuah pensil dan kertas sudah cukup untuk proses demikian. Semuanya dilakukan untuk kembali meninjau di yang akan datang. Ini sebenarnya hanya pendapat individu. Antara satu dan yang lainnya pasti punya perspektif yang berbeda. Itulah mengapa di dunia ini selalu kontradiktif satu dengan yang lain.

Antara kiri dan kanan tentu berbeda. Walaupun kiri sudah musnah, namun kanan tentunya mendapatkan musuh baru. Tapi dengan itulah dunia ini menjadi balance. Jikalau winger kanan hanya bekerja sendiri tanpa andil winger kiri, tentu striker akan kewalahan menunggu kontribusi.

Untung pelatih sempat mencari taktik baru. Hingga dapat berfungsilah keduanya semestinya. Tidak masalah dengan pencariannya. Tapi dengan apa proses mencarinya. Syukur jika gunakan akal. Karena dengan menggunakannya juga tanda bersyukur.

Namun lain halnya dengan tombol search di google. Tentu beda prosesnya. Ketika kita tidak tahu, tinggal tanya google. Cukup masukan keywords terus tekan search. Mungkin beda ketika zamannya Negara Dipa dan Daha. Kita jika ingin tahu tentang ini dan itu, harus mencari orang sesepuh yang punya pengetahuan luas.

Tidak masalah sebenarnya tanya ke Prof. Google. Salahnya jika kita menganggapnya sebagai kitab suci yang menjadi rujukan kita. Parah lagi jika menjadi jelmaan 'otak' kita. Alhasil yang asli dicampakkan dan berlumut. Yang asli makin tumpul sehingga Mr. Google dapat mudah menusuk kita.

Comments

Popular posts from this blog

Syekh Nawawi Al-Bantani yang Berjuluk Sayyidul Ulama Al-Hijaz

Konfrontasi Politik dalam Pembebasan Irian Barat

Datu Abdussamad, Ulama dari Tanah Bakumpai