Islam di EKuador




Islam memang tidak menjadi mayoritas di Ekuador. Namun, bukan berarti bahwa tidak ada jejak Islam negara yang terletak di benua Amerika Selatan ini. Hubungan antara Islam dan Ekuador dapat dilacak secara panjang. Dimulai pada abad ke-19 M, Islam menginjakan kakinya pertama kali di Ekuador saat imigran Muslim dari Mesir dan negara-negara Syam tiba di benua Amerika untuk mencari kehidupan baru.

Imigran dari Timur Tengah, seperti dari Lebanon, Palestina, Syria, dan Mesir merupakan Muslim pertama yang bermukim di Ekuador. Mereka yang datang ke benua Amerika tersebut masih menggunakan visa Turki karena negara asal mereka masih di bawah kekuasaan Turki Utsmani. Oleh karena itu, mereka sering dianggap sebagai orang Turki. Mayoritas mereka yang berhijrah ke benua Amerika ini berprofesi sebagai pedagang.

Mereka menetap di ibu kota Quito dan Kota Guayaquil. Dari kota tersebut, mereka mulai menyebar ke daerah dan provinsi-provinsi lain. Bagi imigran Muslim, Ekuador merupakan tempat yang kondusif dan aman. Ini membuat mereka betah untuk tinggal lebih lama di negeri tersebut. Seiring berjalannya waktu, warga Muslim semakin banyak berdatangan dan memunculkan sejumlah keluarga yang cukup terpandang, antara lain, keluarga Dassum, Soloh, Shayyeb, A’riz, Becdach, jairala, dan lainnya.

Pada akhir tahun 1940-an, etnis dari Timur Tengah khususnya Arab membentuk organisasi yang bernama Lecla. Organisasi ini juga terdiri warga Kristen-Arab yang ikut bergabung. Bagi warga dari Timur Tengah yang ingin ke Amerika Serikat, mereka sering singgah di Ekuador sebelum melanjutkan perjalanan. Tapi, tidak jarang mereka justru tinggal menetap di Ekuador karena melihat kondusifnya kenyamanan bagi mereka dan toleransi dari warga lokal.

Imigran Muslim dari India dan Pakistan tiba di Ekuador pada tahun 1990-an. Selain itu, warga negara-negara Muslim di Afrika juga tiba di Ekuador pada periode yang sama. Warga lokal yang melihat langsung ajaran Islam mulai tertarik untuk mengetahuinya lebih jauh. Bahkan ada dari mereka yang menjadi mualaf dengan bimbingan imgran Muslim. Mereka bahu-membahu untuk menyewa apartemen untuk keperluan ibadah, khususnya Shalat Jum’at. Hal ini menarik simpati Kedutaan Mesir. Hingga akhirnya Kedutaan Mesir memfasilitasi ruangan apartemen yang cukup representatif untuk keperluan ibadah .

Sumber: Republika

Comments

Popular posts from this blog

Syekh Nawawi Al-Bantani yang Berjuluk Sayyidul Ulama Al-Hijaz

Konfrontasi Politik dalam Pembebasan Irian Barat

Datu Abdussamad, Ulama dari Tanah Bakumpai