Perjuangan Syahrir Muda




Sutan Syahrir merupakan Pahlawan Nasional Indonesia dan pejuang revolusioner kemerdekaan Indonesia. Syahrir sudah aktif berorganisasi sejak muda untuk menggalang kekuatan guna kemerdekaan Indonesia. Lahir di Sumatera Barat dari ayah yang merupakan penasehat sultan Deli, Syahrir memulai pendidikannya ketika memasuki sekolah dasar terbaik di Medan. Lalu ia melanjutkan sekolah menengah ke MULO yang masih berada di Medan. Malam harinya, ia mencoba mencari pendapatan dengan mengamen di hotel yang khusus menerima tamu-tamu Eropa. Hotel tersebut bernama Hotel de Boer.

Selesai menempuh pendidikan di MULO pada tahun 1926, Syahrir pergi ke Bandung untuk bersekolah di AMS. Di sekolah ini, Syahrir mulai tertarik pada dunia teater yang dituangkannya dengan bergabung dengan Himpunan Teater Mahasiswa Indonesia (Batovis). Ia kerap berperan sebagai sutradara, penulis skenario dan tidak jarang juga ambil bagian menjadi aktor. Hasil dari pendapatan teater ini digunakannya untuk membiayai sekolah yang didirikannya, Tjahja Volksuniversiteit. Namanya menjadi beken dikalangan siswa lainnya. Selain menyibukkan diri dengan buku-buku pelajaran, Syahrir juga aktif dalam klub debat sekolah dan juga aksi pendidikan yang menggalang melek huruf bagi anak-anak tanpa diminta biaya.

Syahrir melebarkan sayapnya ke jalur politik dengan menjadi salah seorang penggagas pendirian himpunan pemuda yang nasionalis, yaitu Jong Indonesie. Perhimpunan ini pada perkembangannya berubah nama menjadi Perhimpunan Indonesia yang kelak menjadi motor penyelenggaraan Kongres Pemuda Indonesia.

DI Belanda Syahrir mencoba melanjutkan pendidikannya dengan mengambil Fakultas Hukum di Universitas Amsterdam. Ketika di sanalah Syahrir mulai mendalami sosialisme dengan mempelajari teori-teorinya. Ia juga dekat bersahabat dengan Ketua Klub Mahasiswa Sosial Demokrat, Salomon Tas. Dalam kenangannya, Salomon Tas mengatakan bahwa Syahrir jauh berpetualang untuk mencari teman-teman radikal. Bahkan Syahrir juga berkelana ke kalangan anarkis yang mentidaksetujui segala hal tentang kapitalisme dengan bertahan hidup saling berbagi satu sama lain. Dalam usahanya mengenal dunia proletar, ia pun bekerja pada Sekretariat Federasi Buruh Federasi Buruh Transportasi Internasional.

Selain menyibukkan dirinya dengan sosialisme, Syahrir juga aktif dalam Perhimpunan Indonesia yang ketika itu dipimpin oleh Mohammad Hatta. Dalam menanggapi organisasi pergerakan nasional, Belanda pada tahun 1930 melakukan aksi razia dan memenjarakan pemimpin-pemimpin pergerakan di tanah air. Ini juga yang meyebabkan pembubaran Partai Nasional Indonesia. Berita pembubaran Partai Nasional Indonesia sampai ke Belanda pada kalangan aktivis Perhimpunan Indonesia. Mereka menyuarakan kepada para aktivis bahwa perjuangan tidak akan berhenti jika pemimpin-pemimpin organisasi tertangkap.

Pada tahun 1931, Syahrir memutuskan kembali ke Indonesia dan meninggalkan kampusnya di Belanda. Ia terjun ke dunia politik dengan bergabung dalam organisasi Partai Nasional Indonesia yang baru. Lalu ia menjadi ketua pada Juni 1932. Syahrir sering memperhatikan nasib para buruh yang dituliskannya pada buku-bukunya, Ia juga terlibat dalam berbagai forum-forum pergerakan buruh. Atas perannya ini, Syahrir didaulat menjadi Ketua Kongres Kaum Buruh Indonesia pada Mei 1933.

Bersama Hatta, Syahrir mengemudikan Partai Nasional Indonesia menjadi organisasi pencetak kader-kader pergerakan. Bagi polisi kolonial, Partai Nasional Indonesia dipandang sebagai ancaman bagi kedudukan pihak kolonial. Karena ketakutannya, Belanda mengantisipasi pengaruh Partai Nasional Indonesia agar tidak meluas dengan menangkap Syahrir, Hatta, dan para pemimpin partai.

Sumber: Wikipedia

Comments

Popular posts from this blog

Syekh Nawawi Al-Bantani yang Berjuluk Sayyidul Ulama Al-Hijaz

Konfrontasi Politik dalam Pembebasan Irian Barat

Datu Abdussamad, Ulama dari Tanah Bakumpai