Hak Diriku




Di bawah naungan langit biru, terdapat gejala konvensional yang berasal dari Sang Pencipta. Terciptanya siang dan malam, juga matahari dan bulan menjadikan sebuah simbolitas perjodohan. Sebuah konsep yang dilandasi cinta kasih dari-Nya membawa sebuah dampak besar bagi pencarian makna dalam kehidupan. Jalan yang panjang ditempuh untuk setidaknya dapat mengetahui akhir dari perjalanan. Bukannya jalan penuh berlubang yang ditemui. Bukan pula jalan yang biasa ditemui pada daerah-daerah yang tidak tersentuh pembangunan penuh janji dari penguasa. Tidak terurus dan penuh lubang apalagi jika air menggenangnya merupakan hal wajar. Tapi sudah menjadi kebiasaan warga sekitar, baik itu diperhatikan pemerintah atau tidak mereka tetap dapat bahagia. Bukan masalah jika pendapatan harian kecil asal bukan maling. Apalagi korupsi. 

Mengambil sesuatu yang bukannya haknya menjadi tren bagi kalangan pejabat. Walau tidak semua pejabat, namun perlu direnungkan lagi apa benar kalau bapak-bapak wakil rakyat kita ini, yang sudah s1, s2, apalagi doktor masih tidak bisa memakai akalnya untuk menemukan mana yang baik dan mana yang salah. Ahhh, mungkin mereka salah jalan. Tapi tidak bagi kau di sana. Ini masih ditempuh walau kau jauh di seberang samudera. Tidak jumpa bukan berarti tersiksa karena Rasulullah dan Allah selalu mendampingi dalam menemui dirimu. Jadilah rindu ini menjadi kodrat karena kecintaan akan penciptaan-Nya. Engkau tercipta dari-Nya melalui proses-proses yang indah dan hasilnya pun demikian. Anugerah dari-Nya. Tunggulah aku ketika aku menemui dirimu.Tapi di depanku masih ada jalan berlubang


Comments

Popular posts from this blog

Syekh Nawawi Al-Bantani yang Berjuluk Sayyidul Ulama Al-Hijaz

Konfrontasi Politik dalam Pembebasan Irian Barat

Datu Abdussamad, Ulama dari Tanah Bakumpai