Tan Malaka Bukan Lagi PKI




"Itu kan versinya PKI. Tan Malaka itu kan pahlawannya orang-orang PKI, Tan Malaka itu kan tokoh Marxis!” pernyataan ini dilontarkan oleh pihak yang ingin membubarkan diskusi tentang Tan Malaka pada tahun 2014 lalu di Surabaya. Ketika itu, mereka memprotes digelarnya acara tersebut yang membahas buku tentang Tan Malaka karya Harry A Poeze, seorang peneliti dari Belanda.

Tidak sedikit pihak yang menyayangkan pembubaran acara tersebut. Ketika itu FPI, ormas yang menentang keras kehadiran komunisme di Indonesia menyatakan tidak setuju dengan penyebutan Tan Malaka sebagai orang PKI. "Kalau benar Tan Malaka disebut sebagai orang PKI itu karena mereka tak tahu sejarah. Coba saya cek dan kalau benar pasti ada pihak yang 'bermain'," ujar Munarman juru bicara FPI.

Bagi kaum awam, sosok Tan Malaka memang sangat misterius. Lebih-lebih lagi bagi yang tidak ingin menilik sejarah sehingga masyarakat dengan gampang mencap Tan Malaka dengan sebutan tokoh PKI.

Penggambaran Tan Malaka sebagai tokoh PKI juga dibantah oleh budayawan yang gigih melawan penyebaran komunisme, Taufiq Ismail. Menurut Taufiq, memang Tan Malaka pernah menjadi anggota PKI, namun setelah terjadi pemberontakan PKI tahun 1926 Tan Malaka memutuskan keluar dan menentang pemberontakan tersebut. Lalu, Tan Malaka memutuskan untuk membentuk partai baru yang bernama Partai Murba. Ketika terjadi lagi pemberontakan PKI 1948 yang dipimpin Muso, ia juga menentang keras dengan ketidaksetujuannya pada tindakan tersebut.

"Jadi, dia adalah orang yang dimusuhi PKI karena sikapnya yang kritis. Dia juga menentang PKI ketika memberontak pada Hindia Belanda tahun 1926 dan memberontak kepada Republik Indonesia tahun 1948. Ayah saya, KH Gafar Ismail, yang juga anggota KNIP, akrab dengan dia. Setiap kali pulang sidang, beliau sering bercerita kepada saya bahwa dia telah bertemu dan berdiskusi dengan Tan Malaka. Dan, saya sendiri baca buku dia, Dari Penjara ke Penjara, pada waktu kelas lima Sekolah Rakyat hingga tamat. Sosok Tan Malaka memang mengesankan keluarga kami,''  Taufiq Ismail menegaskan.

Dimata umat Islam, memang ada kesan yang membekas bahwa sosok Tan Malaka merupakan ateis dan anti-Islam. Prasangka ini dapat dibantah pada artikelnya dengan judul “Islam Dalam Tinjauan Madilog” yang menyebutkan bahwa ajaran Islam merupakan ajaran yang paling rasional, revolusioner, dan tegak dalam kondisi persamaan atas hak manusia.

Tan Malaka berpendapat tentang pokok utama dalam Islam ialah soal keesaan Tuhan. Menurutnya pula, Nabi Muhammad telah mengakui kitab suci umat Yahudi dan Nasrani. Nabi Muhammad merupakan intan yang berada ditengah-tengah lumpur ketika nabi akhir zaman ini dilahirkan. Tambah Tan Malaka, menurutnya Tuhan bagi Nabi Muhammad berada di mana-mana dan juga terdapat di dalam rohani, bukan berbentuk berhala. "Pengaruh Islam dan Nabi Muhammad tersebut ternyata kemudian menjalar ke agama Kristen. Hal ini dapat dilihat pada aliran Protestan yang memandang Tuhan sebagai rohani tak lagi harus dengan simbol patung Yesus Kristus," tulisnya.

Menurut Harry A Poeze, Tan Malaka tetap mengaku sebagai orang Islam walau mempunyai pandangan Marxis. Hal ini pernah ia tegaskan dalam rapat terbuka di sebuah wilayah Jawa Timur. Ia mengatakan jika di depan Tuhan akan mengaku sebagai orang Islam, namun ketika di depan massa ia akan menyatakan diri sebagai seorang Marxis.

Sumber: Republika

Comments

Popular posts from this blog

Pengasingan Syekh Yusuf Al-Makasari oleh Belanda

Datu Abdussamad, Ulama dari Tanah Bakumpai

Adat Mendirikan Rumah Oleh Suku Banjar