Belas Kasihan Soekarno ketika Menggusur





Bagi Bung Karno yang paham betul sejarah kuno Indonesia, wibawa dan harga diri bangsa Indonesia di dunia harus nomor satu. Ini dapat dilihat dengan keinginannya untuk mengukir simbol dan lambang yang menjadi jati diri bangsa Indonesia. Walau pada saat itu tekanan terhadap negara-negara yang masih muda cukup kuat.

Monas ketika itu yang baru saja dibangun menjadi simbol tersendiri atas eksistensi Indonesia. Bahkan, Soekarno pernah membeli mobil di Amerika pada kunjungannya tersebut.

Ketika Indonesia terpilih sebagai tuan rumah Asian Games IV pada tahun 1962 saat itu belum ada kompleks bangunan olahraga dengan kelas internasional. Tapi bukanlah menjadi masalah bagi Soekarno yang langsung membuat perencana pembangunan kompleks olahraga dengan kelas internasional. Lahan yang luas diperlukan untuk pembangunan proyek ini.

Mulanya lahan di Sunter, Tanjung Priok sempat dilirk. Tapi dibatalkan karena akses jalan yang tidak memadai pada saat itu. Hingga terpilihnya kawasan Senayan, Jakarta Selatan.

Saat iru, kawasan Senayan bukanlah tanah kosong. Bahkan, bisa dibilang kawasan padat penduduk. Setidaknya terhitung ada empat kampung di sekitar Gelora Bung Karno, yaitu Kampung Senayan, Petunduan, Bendungan Udik, dan Pejompongan. Ribuan penduduk Betawi tinggal di sana. Banyak dari mereka yang berprofesi sebagai petani buah-buahan, pengusaha kecil, pedagang pikulan, hingga pedagang ketupat sayur. Di kawasan Senayan inilah Soekarno memerlukan pembebasan lahan sebesar sampai 360 kektare untuk membangun kompleks olahraga.

Budayawan Betawi, Alwi Shihab menuturkan kisahnya yang menanyakan salah seorang korban gusuran, yaitu Haji Zawawi. ”Kami diberi kavling dan uang ganti rugi untuk membangun rumah di tempat tinggal yang baru,”. Mereka semua dipindah ke daerah Tebet. “Di masa Bung Karno daerah ini dipatok-patok jadi ribuan kavling,” kata Zawawi sambil menunjuk beberapa daerah Tebet. Kavling yang diberikan sebagai ganti rugi cukup terbilang luas sebesar 300 m2.

Zawawi menjelaskan bahwa ketika penggusuran dilakukan pada tahun 1960, semuanya masih terlbilang sulit untuk beradaptasi di tempat baru. Karena rutinitas dan usaha di Tebet berbeda dengan di Senayan .

Selain itu, warga hasil gusuran dari Senayan juga tidak semua langgeng berdiam di Tebet. Ada dari mereka yang hijrah kembali mencari tempat tinggal baru. Ini karena keamanan yang kurang memadai bagi warga eks Senayan. Mereka yang membawa uang banyak hasil ganti rugi gusuran diteror dan disatroni oleh para penjahat dan juga perampok. Untuk menghindari pemerasan mereka dengan segera pindah ke tempat lain dan menjual kavling yang ada di Tebet. ”Karena kepepet kavling-kavling itu dijual murah. Pokoknya asal laku saja sudah lumayan,” kata tokoh Betawi Haji Irwan Syafi’ie.

Soekarno dengan sukse dan mulus mengosongkan lahan Senayan dengan cara damai. Dibangunlah Stadion Geloran Bung Karno yang pada masanya merupakan salah satu stadion termegah.

Sumber: SejarahRI

Comments

Popular posts from this blog

Syekh Nawawi Al-Bantani yang Berjuluk Sayyidul Ulama Al-Hijaz

Konfrontasi Politik dalam Pembebasan Irian Barat

Datu Abdussamad, Ulama dari Tanah Bakumpai