Dua Wasiat Sunan Gunung Jati



Syarif Hidayatullah atau yang lebih dikenal dengan Sunan Gunung Jati merupakan salah satu anggota Wali Songo. Sunan Gunung Jati merupakan satu-satunya anggota Wali Songo yang berdakwah di Jawa Barat.

Jika ditarik silsilahnya, Sunan Gunung Jati merupakan cucu dari Prabu Siliwangi dari jalur ibunya, Nyai Rara Santang yang merupakan anak dari Prabu Siliwangi. Nyai Rara Santang mengubah namanya menjadi Syarifah Muda’im setelah memutuskan memeluk agama Islam.

Daerah Jawa Barat, khususnya Cirebon mengenal dengan betul Sunan Gunung Jati. Dakwahnya yang begitu pas bagi masyarakat mudah diterima tanpa adanya paksaan. Selain itu, Sunan Gunung Jati juga meninggalkan beberapa wasiat untuk diamalkan secara turun-temurun. Wasiat tersebut menjadi acuan bagi perilaku masyarakat Cirebon. Adapun isi wasiat tersebut sebagai berikut.

Insun Titip Tajug Lan Fakir Miskin (Saya titip tajug (sejenis mushalla atau langgar yang dipergunakan pula sebagai tempat aktivitas mengaji) dan fakir miskin)

Kalimat ini terpampang jelas pada makam Sunan Gunung Jati di Cirebon. Bagi para masyarakat sekitar dan peziarah, hal ini sudah sangat familiar. Wasiat ini diyakini sebagai wasiat terakhir Sunan Gunung Jati sebelum beliau wafat.

Dengan adanya wasiat ini Sunan Gunung Jati mencoba menitipkan tajuq (langgar) dan Fakir Miskin. Jangan sampai langgar dibiarkan begitu saja tanpa adanya aktifitas-aktifitas keagamaan. Jangan biarkan langgar terbengkalai begitu saja bagaikan pajangan. Selain itu, fakir miskin juga haruslah mendapat perhatian lebih. Karena jika seluruh fakir miskin mendapatkan hak seharusnya, maka tidak ada terjadi tindakan kriminalitas. Terkadang kita lupa bahwa adanya pencuri, penjambret, maupun pencopet dikarenakan masalah ekonomi yang menghimpit selain nafsu yang tidak dikendalikan. Jika kita memberikan sedikit hak kita kepada mereka yang memerlukan niscaya Insya Allah tidak terjadi hal tersebut.

Sugih Bli Rerawat, Mlarat Bli Gegulat (Menjadi kaya bukan untuk pribadi, menjadi miskin bukan untuk menjadi beban orang lain)

Selain wasiat pertama di atas, masyarakat Cirebon juga mengenal wasiat kedua ini. Pada wasiat kedua ini masih bersangkutan dengan wasiat pertama tadi. Wasiat kedua ini Sunan Gunung Jati mencoba mengingatkan bahwa kekayaan bukanlah hanya milik pribadi. Kekayaan ini sebenarnya merupakan titipan Allah yang harus kita majanemen sebaik mungkin untuk bekal di akhirat nanti.

Banyak cara untuk menempuhnya, seperti sedekah. Memberikan uang kepada orang yang memerlukan bukanlah malah menambah kita miskin. Justru malah menambah nikmat bagi kita sesuai dengan janji Allah SWT. Karena dengan sedekah itulah salah satu cara kita mensyukuri nikmat Allah SWT.

Sebaliknya, menjadi mlarat (miskin) bukanlah petaka bagi kita. Seolah-olah jika kita miskin segala sesuatu sulit tercapai. Nikmat Allah yang berupa kemiskinan ini bukanlah untuk terus-terusan diratapi hingga kita menjadi beban bagi orang lain. Justru inilah jalan bagi mereka untuk memperbaiki kehidupan ekonomi mereka agar nantinya tidak menjadi beban bagi orang lain. Hingga ketika mereka sudah mendapatkan nikmat yang berlebih, mereka tidak akan lupa dengan saudara-saudara muslimin yang pernah senasib dengannya.

Wallahu’alam

Referensi: Islamindonesia.id

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Syekh Nawawi Al-Bantani yang Berjuluk Sayyidul Ulama Al-Hijaz

Konfrontasi Politik dalam Pembebasan Irian Barat

Datu Abdussamad, Ulama dari Tanah Bakumpai