Djiauw Kie SIong, Pemilik Rumah Peristiwa Rengasdengklok



Sehari sebelum diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia, Soekarno dan Hatta dijemput paksa oleh golongan pemuda dan dibawa ke Rengasdengklok, Jawa Barat. Istri Soekarno, Fatmawati dan anaknya yang masih bayi, Guruh Soekarnoputra juga ikut pergi ke Rengasdengklok.

Mereka dikawal oleh beberapa pemuda dan tokoh-tokoh seperti Soekarni, Shodancho Singgih, Jusuf Kunto dll. Setibanya di Rengasdengkllok Bung Karno dan Bung Hatta singgah di sebuah rumah milik kepunyaan seorang Cina. Orang yang bersedia meminjamkan rumahnya itu bernama Djiauw Kie Siong.

"Soekarno dan Hatta datang pagi hari ke rumah Djiauw Kie Siong. Kenapa datang ke sini? Karena rumah ini tak mencolok. Rencana awalnya itu tempat kumpulnya di markas PETA. Dipilih rumah Djiauw ini karena jauh dan tertutup rimbun pohon," terang sejarawan Rushdy Hoesein.
                                                               
Rumah Djiauw Kie Siong semula berada di pinggiran Sungai Citarium. Namun, pada tahun 1957 rumah Djiauw Kie Siong dipindahkan sejauh 150 meter dari tempat aslinya di Kampung Bojong. Hal ini dilakukan untuk mencegah abrasi sungai yang akan menimpa rumah ini. Hingga kini rumah yang menjadi saksi sejarah ini masih didiami oleh anak keturunannya.

Terus, siapakah Djiauw Kie Siong? Namanya jarang sekali dimuat dalam buku-buku sejarah di sekolah. Djiauw Kie Siong merupakan seorang petani dan pedagang keturunan Cina.

"Kakek sih petani dan pedagang juga. Kakek bertani sawah dan berladang palawija. Dulu kakek punya sawah sekitar dua hektar. Kakek sudah bertani lebih dari 20 tahun sejak 1930," kata cucunya, Yanto Djuhari yang memiliki nama Tionghoa Djiaw Tiang Lin.

Hasil dari panen tersebut dijualkan kepada para tengkulak yang biasanya datang ke rumahnya. Selain menjadi bertani terkadang Djiauw Kie Siong juga membuatkan peti mati untuk masyarakat sekitar Karawang. "Kakek juga pembuat peti mati. Dulu ada yang suka membawa bahan peti mati. Lama-kelamaan suka buat sendiri, dipahat sendiri. Dia buat peti mati untuk masyarakat sekitar Karawang," ujarnya

Menurut cucunya, Yanto Djuhari, kakeknya juga pernah berjuang dan bergabung sebagai tantara Pembela Tanah Air (PETA). Bahkan Djiauw Kie Siong sempat mendapatkan pangkat.

Babah Djiauw (sebutan untuk laki-laki Tionghoa) berpesan kepada anak cucunya yang tinggal di rumah tersebut akan terus bersabar. Tidak diperkenankan bahkan jangan sekali-kali meminta sesuatu kepada pihak mana pun. Bahkan, harus selalu sedia melayani para tamu yang ingin mengeksplorasi sejarah rumah ini.

Djiauw Kie Siong meninggal pada tahun 1964 karena penyakit paru-paru. Tercatat hanya Mayjen Ibrahim Adjie yang saat itu menjabat sebagai Pangdam Siliwangi yang pernah memberi penghargaan kepada Djiauw dalam bentuk piagam nomor  08/TP/DS/tahun 1961.

Pada mulanya proklamasi akan dibacakan di rumah ini. Semua persiapan sudah siap, bahkan bendera merah putih sudah dikibarkan. Tapi, ketika akan dibacakan naskah proklamasinya datanglah Ahmad Subardjo menjemput Bung Karno dan Bung Hatta ke Jakarta. Pembacaan teks proklamasi pun dibacakan di Jalan Pegangsaan Timur, no.56, Jakarta.


Sumber: Kompas, Wikipedia

Comments

Popular posts from this blog

Syekh Nawawi Al-Bantani yang Berjuluk Sayyidul Ulama Al-Hijaz

Konfrontasi Politik dalam Pembebasan Irian Barat

Datu Abdussamad, Ulama dari Tanah Bakumpai