Hubungan Khilafah Turki Utsmaniyah dengan Kesultanan Aceh Darussalam



Khilafah Turki Utsmaniyah pernah menguasai wilayah 1/3 dunia yang berada dibawah kekuasaannya. Kekhalifahan ini menjadi kekuatan besar yang menandingi kerajaan di Eropa dalam bidang perdagangan rempah-rempah. Penaklukan Istanbul oleh Sultan Muhammad Al-Fatih membuat kondisi perdagangan rempah-rempah di Eropa berubah drastis. Negara-negara seperti Portugis terpaksa untuk mencari sumber wilayah penghasil rempah-rempah yang baru.

Portugis berhasil menaklukan Malaka pada tahun 1511 yang menjadi jalur perdagangan rempah-rempah dari Nusantara menuju ke Eropa atau Timur Tengah. Berkuasanya Portugis di Malaka membuat kekuasaan Kesultanan Aceh Darussalam merasa tercancam. Untuk itu Kesultanan Aceh memutuskan untuk meminta bantuan kepada Turki Utsmaniyah.

Kontak Kesultanan Aceh dengan Turki Utsmaniyah dimulai pada tahun 1530-an. Ketika itu Aceh yang dipimpin oleh Sultan Alaudin Al-Qahhar mengirim utusannya ke Istanbul untuk menyampaikan informasi kepada Khalifah Suleiman I. Menurut penuturan Fernão Mendes Pinto bahwa Sultan Aceh mendapat kekuatan tambahan dari Turki Utsmaniyah sebanyak 200 saudagar Malabar dan beberapa orang Abesinia dan Gujarat.

Khalifah Suleiman I juga menyetujui permintaan Sultan Aceh yang meminta bantuan armada laut dan meriam untuk membendung kekuatan Portugis yang menguasai Malaka. Hal ini dilakukan oleh Khalifah Suleiman I karena ia merasa sudah kewajibannya untuk melindungi segenap kaum Muslimin.

Sepeninggal Khalifah Suleiman I, Turki Utsmaniyah dipimpin oleh Khalifah Selim II. Pada masa kepemimpinannya Turki Utsmaniyah tidak menghentikan pengiriman bantuan kepada Kesultanan Aceh Darussalam. Bahkah, Khalifah Selim II pernah mengirimkan sebuah surat tertanggal 20 September 1567 (16 Rabiul Awwal 975 H) kepada Sultan Aceh yang ketika itu dipimpin oleh Sultan Alauddin Al-Qahar.

Bantuan militer berupa pasukan artileri, kapal perang, dan persenjataan lainnya terus dikirim. Bahkan, Turki Utmaniyah mengirimkan ekspedisi ke Aceh yang dipimpin oleh Laksamana Kurtoglu Hizir Reis. Tapi, pasukan ini gagal sampai ke Aceh karena mendapat perintah dadakan untuk menumpas pemberontakan di Yaman. Sementara persenjataan dan teknisi militer yang disediakan berhasil tiba di Kesultanan Aceh Darussalam.

Atas jasa-jasanya, Kesultanan Aceh Darussalam mengirimkan rempah-rempah, mutiara, berlian, dan rubi sebagai permintaan terima kasih. Hubungan Aceh dan Turki pun semakin erat dengan dikirimnya beberapa ahli militer ke Aceh. Wilayah Kesultanan Aceh Darussalam lalu dinyatakan oleh Turki Utsmaniyah sebagai protektorat wilayahnya.

Pengaruh Turki Utsmaniyah pada Aceh semakin terlihat ketika kapal-kapal perang Aceh diperbolehkan menggunakan bendera kebesaran Khilafah Turki Utsmaniyah.  Ahli militer Turki di Aceh juga mengajari pembuatan meriam. Selain itu, Turki Utsmaniyah juga memberikan beberapa meriam yang diantaranya Meriam Lada Secupak yang masih ada hingga saat ini di Museum Belanda. Kekuatan militer Kesultanan Aceh Darussalam semakin diperhitungkan di kawasan Sumatera dan Malaka. Beberapa kali dalam pertempuran dengan Portugis, Kesultanan Aceh dapat mengalahkannya.

Aceh baru dapat ditaklukan oleh bangsa Belanda pada tahun 1903. Sebelum berhasil menguasai Aceh, Belanda telah lebih dahulu mengalahkan Portugis di Malaka hampir 300 tahun sebelumnya yaitu, pada tahun 1641.


Sumber: Wikipedia   I   Geotimes

Comments

Popular posts from this blog

Syekh Nawawi Al-Bantani yang Berjuluk Sayyidul Ulama Al-Hijaz

Konfrontasi Politik dalam Pembebasan Irian Barat

Datu Abdussamad, Ulama dari Tanah Bakumpai