Konflik Internal Kesultanan Johor Melahirkan Kesultanan Siak



Kata Siak dalam anggapan orang Melayu mempunyai arti sesuatu yang sangat bertali erat dengan agama Islam. Jika ada orang yang ahli dan tekun dalam agama Islam orang tersebut dapat dikatakan ‘orang Siak’. Kesultanan Siak Sri Inderapura berdiri pada tahun 1723 di Buantan. Kesultanan Siak didirikan oleh seorang Raja dari Kesultanan Johor yang bernama Raja Kecik.

Saat itu pengaruh Kesultanan Johor mulai melemah karena terjadi pertikaian besar perebutan kekuasaan. Pada tahun 1722  Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah atau Raja Kecik dikudeta oleh Raja Sulaiman. Untuk menghentikan perebutan kekuasaan digelar sidang untuk membagi wilayah menjadi dua yaitu, wilayah untuk Raja Kecik dan Raja Sulaiman.

Hasil keputusan sidang tersebut menetapkan Raja Sulaiman sebagai penerus pimpinan tertinggi Kesultanan Johor yang menguasai wilayah Kepulauan Riau, Lingga, Johor, dan Pahang. Sementara itu wilayah yang diberikan kepada Raja Kecik ialah Buantan, Siak, dan pulau-pulau sekitarnya. Dari wilayah yang diberikan ini Raja Kecik mendirikan kerajaan baru yang bernama Kesultanan Siak Sri Inderapura tahun 1723.

Kesultanan Siak memiliki sistem pemerintahan yang banyak mengikuti model Kerajaan Pagaruyung Minangkabau. Posisi orang nomor satu dikesultanan dibantu oleh ‘Dewan Menteri’ yang merupakan posisi tertinggi di bawah sultan. Posisi Dewan Menteri ini mirip dengan kedudukan Basa Ampek Balai di Pagaruyung. Dewan Menteri ini terdiri dari: Datuk Tanah Datar, Datuk Limapuluh, Datuk Pesisir, dan Datuk Kampar. Keputusan memilih dan mengangkat Sultan Siak berada di bawah kekuasaan Dewan Menteri.

Raja Kecik lalu membenahi wilayah kekuasannya dengan membangun sistem ekonomi, militer, dan pemerintahan. Hal ini dilakukan untuk memperkuat posisinya yang diancam penjajah Belanda. Raja Kecik membangun armada maritim yang kuat dengan menunjuk Laksmana Raja Di Laut sebagai pimpinan.

Dalam membangun hubungan dagang, Raja Kecik memanfaatkan Bandar Sabah Auh yang dapat menjangkau pedagang-pedagang dari Aceh dan Minangkabau. Raja Kecik juga memperluas hubungan luar negeri dengan berhubungan dengan Minangkabau, Turki, Arab, dan Mesir.

Letak Kesultanan Siak yang berdekatan dengan Selat Malaka menguntungkan mereka. Kesultanan Siak dapat mengambil keuntungan dari pengawasan perdagangan di Selat Malaka. Ditambah kemampuan armada lautnya yang mampu mengendalikan perompak di selat ini. Berdasarkan catatan Belanda perekonomian Kesultanan Siak cukup mumpuni. Hal ini ditandai dengan berlayarnya sebanyak 171 kapal dagang dari Siak ke Malaka pada tahun 1783.

Pengaruh berkembangan zaman yang dibawa bangsa Eropa ke tanah Melayu berdampak juga pada sistem birokrat pemerintahan Kesultanan Siak. Sistem dirubah yang terdokumentasi pada naskah Ingat Jabatan. Naskah ini ditulis dengan huruf abjad Jawi (Arab-Melayu) yang terdiri dari 33 halaman. Dokumen resmi yang berasal dari Kesultanan Siak ini dicetak di Singapura dan diterbitkan pada tahun 1897.

Dalam mengatur hukum wilayahnya, Kesultanan Siak menerbitkan Bab al Qaea’id yang merupakan kitab hukum undang-undang bagi yang diterbitkan pada tahun 1901. Isi dari kitab ini membahas perihal hokum yang dikenakan kepada masyarakat Melayu maupun masyarakat lain yang mempunyai perkara dengan orang Melayu.

Kisah dari Kesultanan Siak Sri Inderapura ini berakhir pada tahun 1945 dimana Sultan Syarif Kasim II menyerahkan wilayahnya untuk bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia ketika merdeka. Dengan wibawa dan jiwa besar, Sultan Syarif Kasim memberikan modal 13 ribu gulden kepada Republik Indonesia untuk membentuk pemerintahan Negara baru.


Sumber:   Wikipedia  I   Republika

Comments

Popular posts from this blog

Syekh Nawawi Al-Bantani yang Berjuluk Sayyidul Ulama Al-Hijaz

Konfrontasi Politik dalam Pembebasan Irian Barat

Datu Abdussamad, Ulama dari Tanah Bakumpai