Sultan Adam, Penjaga Akidah di Tanah Banjar



Diantara sultan-sultan yang menjadi pemimpin daerah Banjar adalah Sultan Adam Al Watsiq Billah. Sultan Adam naik tahta pada tahun 1825 menggantikan ayahnya yang bernama Sultan Sulaiman Rahmatullah. Jika dilihat dari silsilah Kesultanan Banjar maka Sultan Adam merupakan sultan ke-12 yang dihitung sejak masuk Islamnya Pangeran Samudera bergelar Sultan Suriansyah. Selama 32 tahun memimpin Kesultanan Banjar, Sultan Adam memimpin rakyat Banjar dalam keadaan damai dan tenteram. Kesultanan mulai goyah ketika Belanda mencoba ikut campur urusan internal dari Kesultanan Banjar.


Sultan Adam lahir di Karang Anyar (Karang Intan). Daerah Banjar ketika itu sangat masyur dikenal sebagai gudang para ulama berkat Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari (Datu Kelampaian) pengarang kitab Sabilal Muhtadin yang menjadi rujukan umat Islam di Asia Tenggara. Memang belum ada data pasti bahwa Sultan Adam pernah menjadi santri dari Syekh Arsyad. Namun yang pasti bahwa beliau pernah berguru kepada anak dan cucu dari Syekh Arsyad. Diantara guru beliau ialah:
1.       ‘Alimul ‘allamah Qadhi H.Abu Na’am bin Syekh Muhammad Arsyad
2.       ‘Alimul ‘allamah Khalifah Syahabuddin bin Syekh Muhammad Arsyad
3.       ‘Alimul ‘allamah Mufti H. Jamaluddin bin Syekh Muhammad Arsyad
4.       ‘Alimul ‘allamah Pangeran Ahmad Mufti bin Syekh Muhammad Arsyad
5.       ‘Alimul ‘allamah Qadhi H. Mahmud bin Asiah binti Syekh Muhammad Arsyad
6.       ‘Alimul ‘allamah Mufti H.M. Arsyad Lamak (Pagatan) bin ‘Alimul ‘allamah Mufti H.M. As’ad bin Syarifah binti Syekh Muhammad Arsyad
7.       ‘Alimul ‘allamah Qadhi H. Mahmud bin Asiah binti Syekh Muhammad Arsyad

Pengaruh pemikiran ulama fiqih Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari berpengaruh besar bagi pemerintahan Sultan Adam. Hingga lahirnya Undang-Undang Sultan Adam yang secara garis besar mengatur masalah agama, perkawinan, proses peradilan, dan tata pemerintahan. Undang-undang ini dibuat oleh ulama yang ahli dibidangnya seperti Pangeran Syarif Husin dan Mufti H. Jamaluddin bin Syekh Muhammad Arsyad. Pada 15 Muharram 1251 H (11 Juni 1835 M) Sultan Adam meresmikan undang-undang ini berlaku di wilayah kekusaannya.

Dibuatnya Undang-Undang Sultan Adam ini untuk menangkal pengaruh budaya barat yang dibawa oleh Belanda. Budaya barat ini dianggap mengancam kehidupan bermasyarakat Banjar karena banyak yang tidak sesuai dengan adat istiadat setempat dan juga bertentangan dengan agama Islam.

Tiga pasal utama pada Undang-Undang Sultan Adam mengatur masalah bagi umat Islam di daerah Banjar. Tertulis bahwa umat Islam di Banjar beri’tikad ahlussunnah wal-jama’ah.

“Adapun perkara yang pertama aku surahkan sekalian rakyatku laki-laki dan bini-bini beri i’tikad ahlussunnah wal jama’ah, dan jangan seorang juapun yang beri’tikad ahlul bid’ah, maka barangsiapa yang beri’tikad lain daripada ahlussunnah wal-jama’ah kusuruh bapadah kepada Hakim-nya, dan Hakim itu menobatkan dan mengajari i’tikad yang betul. Lamun enggan inya daripada tobat, bapadah Hakim itu lawan diaku”

Selain itu dianjurkan untuk para tetuha (pemimpin) kampung untuk mengajak anak buahnya solat berjamaah di langgar (musholla), “Tiap tiap tatoea kampoeng koesoe-roehkan berolah langgar soepaja didirikan meraka itoe sembahjang berdjoe-maah pada tiap tiap waktoe dengan sekalin anak boeahnya dan koesoeroehkan mareka itoe membawai anak boeahnja sembahjang berdjoemaah dan sembahjang djoemaat pada tiap tiap djoemaat lamoen ada ajang anggan padahkan kajah diakoe.

Di undang-undang tersebut Sultan Adam juga berpesan agar rakyat menghormati petuah dari para ulama khususnya Haji Jamaluddin bin Syekh Muhammad Arsyad. Hal ini berdasarkan bunyi pada pasal 31, “. . . . . . . Sekalian kepada kepala jangan ada menyalahi pitua Haji Jamaluddin ini, lamun orang lain yang menyalahi apabila ikam kada kawa manangat lakas-lakas bapadah kayah diaku."

Atas jasa beliau memprakarsai undang-undang tersebut maka nama beliau diabadikan oleh sebuah sekolah tinggi dengan nama Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sultan Adam Banjarmasin.

Di bawah kepemimpinan Sultan Adam, rakyat serta pejabat pemerintahan menempatkan para guru-guru ulama dengan nilai lebih. Hal ini yang membuat tanah Banjar menjadi penuh barokah berkat kecintaan masyarakatnya kepada para ulamanya.

Perjuangan Sultan Adam menjaga akidah ahlussunnah wal-jama’ah semasa hidupnya harus terhenti ketika beliau meninggal dunia pada 13 Rabiul Awal 1274 (18 November 1857). Sepeninggal beliau, Belanda langsung mencoba mempengaruhi kebijakan-kebijakan kesultanan dengan ikut campur dalam penunjukan sultan Banjar. Belanda mengangkat Tamjidillah sebagai sultan Banjar dan tidak peduli dengan surat wasiat Sultan Adam yang menunjuk cucunya yaitu, Pangeran Hidayatullah sebagai penggantinya.


Belanda juga membakar masjid kesayangan kaum Muslimin di Martapura dan menghancurkan istana kesultanan. Rakyat pun marah terhadap tindakan Belanda tersebut. Ditambah penangkapan Pangeran Hidayatullah yang dilakukan Belanda secara licik. Perlawanan rakyat Banjar pun tidak dapat dibendung dan berlangsung sampai tahun 1905 dibawah pimpinan Pangeran Antasari sepeninggal dibuangnya Pangeran Hidayatullah ke Cianjur

Sumber:   kesultananbanjar.com   I   banuahujungtanah.wordpress.com    I   Wikipedia

Comments

  1. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Syekh Nawawi Al-Bantani yang Berjuluk Sayyidul Ulama Al-Hijaz

Konfrontasi Politik dalam Pembebasan Irian Barat

Datu Abdussamad, Ulama dari Tanah Bakumpai