Mohammad Natsir Menyelamatkan NKRI




Selepas proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia dikumandangkan, usaha rakyat Indonesia untuk mempertahankan kedaulatan Republik Indonesia belum usai. Hal ini dikarenakan pasukan Sekutu sebagai pemenang Perang Dunia II datang ke Indonesia untuk mengambil alih kekuasaan dari Jepang. Ketika itu pasukan Sekutu diboncengi Nederlandsch Indiƫ Civil Administratie (NICA) yang merupakan organisasi semi militer yang bertugas untuk mengembalikan pemerintahan sipil dan hukum Belanda di Indonesia.

Pergerakkan NICA di Indonesia semakin liar dengan beberapa kali melakukan kontak senjata dengan rakyat dan TNI. Puncaknya Belanda melakukan dua kali Agresi Militer dan berhasil menguasai Ibukota yang ketika itu berada di Yogyakarta. Saat rakyat dan TNI melakukan kontak senjata dengan Belanda, para diplomat Indonesia berusaha untuk melakukan perundingan dengan pihak Belanda demi kedaulatan Republik Indonesia. Hasil dari beberapa perundingan yang dijalankan, kedua pihak berhasil berkompromi pada Konferensi Meja Bundar (KMB) dengan pengakuan kedaulatan yang akan diterima Indonesia dan terbentuknya negara federasi Republik Indonesia Serikat dengan 16 negara bagian.

Setelah penyerahan kedaulatan dari Belanda, Republik Indonesia dengan Pemangku Jabatan RI Mr. Assat segera membentuk kabinet yang dipimpin dr. Abdoel Halim. Pokok pertama dari program kabinet ini ialah meyatukan kembali wilayah Indonesia dalam bentuk kesatuan sesuai cita-cita proklamasi 17 Agustus 1945 dan UUD 1945. Usaha ini dilakukan oleh kabinet dr. Abdoel Halim untuk menentang bentuk dari negara Republik Indonesia Serikat yang berbentuk federasi karena tidak sesuai dengan UUD 1945.

Mohammad Natsir yang menjabat sebagai Menteri Penerangan dalam Kabinet dr. Abdoel Halim melakukan lobi terhadap beberapa tokoh nasional di seluruh Indonesia. Dalam perjalanannya berkeliling ke penjuru Indonesia Natsir juga mendengar aspirasi rakyat tentang pengembalian bentuk negara menjadi kesatuan.

Ketika itu memang ada beberapa kejadian demonstrasi yang menolak bentuk negara federasi. Demonstrasi ini berlangsung di Malang (Negara Jawa Timur) Sukabumi (Negara Pasundan), Makassar (Negara Indonesia Timur) dan Negara Sumatera Timur.

Melihat hal ini Mohammad Natsir mewakili aspirasi mereka ketika berada di parlemen Republik Indonesia Serikat. Natsir sebagai ketua fraksi Partai Masyumi menyampaikan “Mosi Integral Natsir” pada 3 April 1950 yang menyatakan keinginan untuk merubah bentuk negara dari federasi menjadi kesatuan.

Mosi ini diterima dengan tangan terbuka oleh fraksi partai lainnya. Bahkan PKI yang sering berseberangan dengan Masyumi pun menerima usulan Natsir tersebut. Bung Hatta yang kala itu menjabat sebagai Perdana Menteri Republik INodnesia Serikat menanggapi mosi tersebut dan akan menjadikannya sebagai pedoman untuk memecahkan masalah persoalan bangsa yang sedang dihadapi.

Mosi Integral itu ditandatangani bersama oleh M Natsir, Soebadio Sastrosatomo, Hamid Algadri, Ir Sukiman, K Werdojo, AM Tambunan, Ngadiman Hardjosubroto, B Sahetapy Engel, Dr Tjokronegoro, Moch Tauchid, Amelz, dan H. Siradjuddin Abbas.

Sebulan kemudian tepatnya tanggal 19 Mei diadakan pembicaraan antara Pemerintah Republik Indonesia Serikat yang mewakili negara-negara bagian dengan Pemerintah Republik Indonesia untuk membahas kelanjutan “Mosi Integral Natsir”.

Dalam pertemuan tersebut disepakati bahwa Pemerintahan Republik Indonesia Serikat dan Republik Indonesia dalam waktu secepatnya akan membentuk negara kesatuan. Tanggal 15 Agustus di hadapan parlemen Republik Indonesia Serikat, Presiden Soekarno membacakan Piagam Pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dua hari berselang tepat pada perayaan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia ke lima, Presiden Soekarno mengumumkan secara resmi lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dari sini terlihat bahwa peran Mohammad Natsir sebagai pencetus “Mosi Integral Natsir” yang menyatukan kembali 16 negara bagian menjadi satu wadah yaitu NKRI, Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tanggal 17 Agustus 1950 tersebut bisa diibaratkan sebagai proklamasi kedua bagi bangsa Indonesia yang kurang lebih selama lima tahun terpecah menjadi beberapa negara bagian.

Sumber:   jejakislam.net

Comments

  1. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete
  2. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Syekh Nawawi Al-Bantani yang Berjuluk Sayyidul Ulama Al-Hijaz

Konfrontasi Politik dalam Pembebasan Irian Barat

Datu Abdussamad, Ulama dari Tanah Bakumpai