Sultan Muhammad Daud Syah, Sikap Tegas Terhadap Belanda




Kisah tentang bagaimana sulitnya Belanda menaklukkan Kesultanan Aceh Darussalam tercatat jelas dalam sejarah perjuangan Bangsa Indonesia dan rakyat Aceh khususnya. Perang ini berkobar pertama kali pada tahun 1873 dan baru berakhir pada tahun 1904. Selama itu rakyat Aceh beserta pihak istana Kesultanan Aceh berusaha mempertahankan tanah air mereka sampai titik darah penghabisan.

Diantara kontribusi dari Kesultanan Aceh untuk mempertahankan tanah Aceh dibuktikan dengan kerasnya sikap Sultan Muhammad Daud Syah terhadap Belanda. Sultan Muhammad Daud Syah merupakan sultan ke-35 Aceh Darussalam yang naik tahta pada tahun 1878 saat masih berusia tujuh tahun. Karena masih terlalu muda pemerintahan dijalankan oleh wali dari Sultan Muhammad Daud Syah yaitu Tengku Hasyim Banta Muda.

Ketika sudah cukup usia pemerintahan Kesultanan Aceh diserahkan kepada Sultan Muhammad Daud Syah yang langsung menghadapi persoalan upaya Belanda menguasai daerah Aceh. Di Keumala, Pidie yang saat itu menjadi ibukota kerajaan pindahan Sultan Muhammad Daud Syah mengatur strategi perlawanan terhadap Belanda.

Perlawanan rakyat Aceh berhasil membuat Belanda kewalahan. Untuk itu Belanda memutar strategi baru dengan cara licik menculik keluarga kesultanan agar sikap sultan melunak. Pimpinan pasukan penculikan ini Van Der Maaten mengirim surat kepada sultan agar bersedia berunding. Hal ini memaksa Sultan Muhammad Daud Syah sepakat untuk melakukan perudingan.

Sultan datang menuju Sigli, Pidie tempat perundingan berlangsung dengan membawa pengawalnya. Pasukan Belanda yang melihat kedatangan Sultan Muhammad Daud Syah dengan cepat melakukan penangkapan terhadap penguasa Aceh ini. Tertangkapnya Sultan Muhammad Daud Syah ini dimanfaatkan oleh Belanda dengan membujuk Sultan untuk menandatangani penyerahan kekuasaan Aceh.

Jelas, tawaran tersebut ditolak Sultan Muhammad Daud Syah sebagai penguasa Aceh yang menjaga martabat rakyat Aceh di mata penjajah. Bahkan, surat tersebut dirobek oleh Sultan sebagai isyarat tegas terhadap Belanda.

Sultan Muhammad Daud Syah lalu dibawa ke Kutaraja yang saat itu telah dikuasai Belanda. Dari dalam rumah tahanan Sultan Muhammad Daud Syah tetap mampu mengatur taktik penyerangan terhadap markas pasukan Belanda. Gelagat sultan yang masih dapat memimpin perlawanan rakyat Aceh dari dalam tahanan membuat Belanda memutuskan untuk mengasingkan Sultan Muhammad Daud Syah ke Ambon, Maluku.  

Masyarakat Maluku menyambut kehadiran Sultan Muhammad Daud Syah dengan ramah sebagai tamu. Bahkan oleh Raja Samu Samu, Sultan Muhammad Daud Syah diberlakukan sebagai tamu kehormatan. Kehadiran Sultan Muhammad Daud Syah di wilayah Kerajaan Samu Samu berdampak pada perkembangan Islam di wilayah ini.

Atas dakwah Sultan Muhammad Daud Syah beberapa anggota kerajaan memutuskan untuk masuk Islam. “Sultan kemudian mendakwahkan Islam, membawa syiar Islam di sana,” ujar Sejarawan Aceh Abdurrahman Kaoy.

Besarnya pengaruh Sultan Muhammad Daud Syah di Kerajaan Samu Samu membuat Belanda khawatir. Oleh sebab itu Belanda memutuskan untuk memindahkan Sultan ke Batavia (Jakarta). Menjadi tawanan Belanda tidak membuat Sultan Muhammad Daud Syah menjadi tertekan untuk melepaskan wilayah kekuasaan Aceh walau diminta beberapa oleh Belanda. Sultan tetap teguh dengan keputusannya sampai akhirnya hayatnya dan dimakamkan di Utan Kayu, Rawamangun, Jakarta Timur.

Sumber:   Okezone

Comments

  1. Asslm alkm..
    Atas nama keluarga besar Tuanku Sultan Muhammad Daud Syah yg berdomisili di jakarta dan yg telah menemani hingga akhir hayatnya mengucapkan banyak terimakasih.

    email: homesinyo@gmail.com

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Syekh Nawawi Al-Bantani yang Berjuluk Sayyidul Ulama Al-Hijaz

Konfrontasi Politik dalam Pembebasan Irian Barat

Datu Abdussamad, Ulama dari Tanah Bakumpai