Baghdad, Kota Bundar Warisan Islam




Baghdad merupakan sebuah kota di Asia yang penuh sejarah. Kota yang sekarang menjadi ibu kota Iraq ini pernah menjadi pusat ilmu pengetahuan Islam pada masa Dinasti Abbasiyah. Pembangunan Kota Baghdad dinisiatif pada masa kepemimpinan Khalifah Al-Mansur.

Meluasnya pengaruh Islam di bawah Dinasti Abbasiyah di wilayah Persia membuat Khalifah Al-Mansur mengambil sikap politis. Sikap ini ditunjukkan dengan cara membangun ibu kota baru di Baghdad pada tahun 762 M dengan menimbang pentingnya penduduk Persia bagi Dinasti Abbasiyah.

Selain untuk kepentingan politis, Khalifah Al-Mansur sudah melakukan pengkajian dan memikirkan dengan matang keputusannya memilih Baghdad. Kota Baghdad memang memiliki letak yang strategis sehingga cocok dijadikan sebagai basis kekuatan pangkalan militer. Selain itu, daerah ini mempunyai akses mudah menuju Sungai Tigris dan Eufrat yang merupakan roda perekonomian dan pelayaran pada masanya. Daerah Baghdad ketika itu juga ditopang dengan sistem irigasi yang baik sehinga menjadikan daerah ini dapat memproduksi pangan.

Dua ratus lima puluh kilometer dari Baghdad terdapat kota Uruk yang merupakan peninggalan bangsa Sumeria 4000 tahun sebelumnya. Sementara itu, jarak Baghdad dari bekas kota Babilonia hanya 80 km. Dua kota kuno yang berdekatan dengan Baghdad ini merupakan kisah legenda yang besar bagi bangsa Persia.

Menurut Eamon Gaeron pembangunan kota Baghdad dilakukan guna menghilangkan pengaruh dari Dinasti Sasanid dengan memperat pengaruh psikologis Dinasti Abbasiyah dan Imperium Persia Kuno. Hal ini benar terwujud ketika kota Baghdad sudah selesai dibangun dengan kemegahannya berhasil mengalahkan Ctesiphon ibu kota Dinasti Sasanid.

Khalifah Al-Mansur lalu mendeklerasikan Baghdad sebagai ibu kota dengan memberi julukan kepada kota ini Darussalam atau Madinat As-Salam. Kota Baghdad didesain dengan mengikuti budaya Persia kuno dengan ciri khas kota yang berbentuk melingkar. Pembangunan kota yang melingkar ini dapat meminimalisir biaya pembangunan.

Jika dilihat dalam pertahanan militer pola kota yang melingkar ini sulit ditembus karena tidak memiliki sudut kota yang akan ditembus musuh. Dinding berlapis ganda yang juga melingkar menambah kokohnya kota ini. Tinggi dari dinding-dinding ini ialah 90 kaki atau 27,5 meter dengan ketebalan 12 meter. Untuk mengakomodir pasukan kavaleri  maka dinding bagian dalam kota dibuat agak miring agar para pasukan kavaleri dapat naik ke atas.

Untuk memasuki kota ini hanya ada empat gerbang kota. Keempat gerbang ini dinamakan sesuai dengan kota luar yang segaris lurus dengan gerbang ini. Seperti gerbang pertama terletak di tenggara kota yang bernama Basrah, saat itu Basrah merupakan kota pelabuhan yang  besar. Gerbang kedua bernama Kufah, gerbang ketiga bernama Syiria, dan gerbang keempat bernama Khurasan.

Di tengah-tengah kota Baghdad ini terdapat masjid, istana dan rumah pribadi pemimpin dari Dinasti Abbasiyah. Di kota inilah terdapat Bayt Al-Hikmah yang merupakan perpustakaan sekaligus pusat penelitian dari para ilmuwan Islam. Perpustakaan ini dibangun oleh Khalifah Harun Ar-Rasyid pada masa kepemimpinan Dinasti Abbasiyah berikutnya,

Kawasan inti dari kota Baghdad dilindungi oleh garnizoen yang mengelilingi wilayah pertahanan ini hingga 8 mil. Sebelum memasuki kawasan inti ini para tamu akan disuguhkan Golden Gate Palace yang merupakan sebuah gerbang masuk yang disepuh dengn emas. Para duta besar, tamu terhormat, cendekiawan biasanya melewati gerbang ini.

Istana Dinasti Abbasiyah menjadi bangunan paling megah sekaligus tertinggi di kota Baghdad. Kubah dari istana ini memiliki ukuran dan tinggi yang bervariasi dengan kubah tertinggi berukuran 40 meter. Hal ini menjadikan istana Dinasti Abbasiyah sebagai bangunan tertinggi di kota Baghdad. Dari atas istana ini dapat disaksikan visibilitas hingga 360 derajat ke cakrawala.

Keindahan kota Baghdad di masa lampau hanya tinggal kisah setelah pasukan Mongol yang dipimpin oleh Hulagu Khan menyerang kota ini pada tahun 1258 M. Kota Baghdad hancur luluh lantah bahkan asap membumbung tinggi dan menyebar dalam jarak hampir 50 km. Buku-buku di perpustakaan Baghdad termasuk Bayt Al-Hikmah hilang tanpa sisa dibuang ke Sungai Tigris oleh pasukan Mongol. Bahkan konon Sungai Tigris menghitam karena tinta dari seluruh buku perpustakaan.

Sumber:   ganaislamika.com

Comments

Popular posts from this blog

Syekh Nawawi Al-Bantani yang Berjuluk Sayyidul Ulama Al-Hijaz

Konfrontasi Politik dalam Pembebasan Irian Barat

Datu Abdussamad, Ulama dari Tanah Bakumpai