Perjalanan Kopi, Dari Islam Sampai Ke Eropa




Kopi menjadi teman setia ketika kantuk melanda di malam hari. Namun, dalam perkembangannya kopi tidak semata menjadi minuman penahan kantuk. Pada zaman sekarang kopi menjadi bagian dari gaya hidup manusia yang dapat menjangkau berbagai kalangan. Sering kali didapati pada di kalangan rakyat bawah bahwa kopi selalu hadir ketika mereka berbincang santai tentang berbagai masalah kehidupan. Tidak hanya itu tradisi mengkonsumsi kopi juga dilakukan oleh kaum agamawan agar terjaga pada malam hari dalam mempererat hubungan kepada Tuhan.

Kopi menempuh perjalanan panjang sampai akhirnya dikenal di seluruh dunia seperti halnya sekarang. Ketika berbicara tentang sejarah penyebaran kopi ke seluruh dunia tidak dapat dilepaskan dari pengaruh Islam. Hal ini dapat dilacak dari beberapa tulisan-tulisan maupun arsip lainnya.

Muhammad bin Zakariya ar-Razi (856-925) atau yang populer di dunia Barat dengan nama Rhazes membuat sebuah tulisan  tentang kopi yang digunakan untuk obat. Dia menyulap biji kopi menjadi sebuah minuman yang disebut bunchum. Lain lagi kisah yang terdapat pada Kitab Kahvaler tahun 1258. Dalam kitab ini tertulis bahwa Syekh Omar secara tidak sengaja menemukan biji kopi yang berwarna merah ranum. Syekh Omar yang ketika itu kelaparan mengulum biji kopi tersebut .

Pada tulisan-tulisan lainnya disebutkan bahwa di bagian selatan Semenanjung Arab tepatnya di Yaman merupakan wilayah perkebunan kopi pertama pada abad ke-15. Bibit kopi ini didapatkan dari Ethiopia yang hanya dipisahkan Laut Merah dari Yaman.

Tradisi meminum kopi begitu populer pada kalangan sufi di Yaman. Di padepokan sufi kopi disediakan dengan cara dipanggang dan diseduh terlebih dahulu. Kaum sufi meminum kopi agar tetap terjaga dimalam hari ketika berdoa sepanjang malam. Sebelum dikenalnya kopi kaum Sufi Shadhilya menggunakan daun Al-Gat untuk untuk mencegah kantuk. Namun, sayangnya tanaman ini tiba-tiba sulit ditemukan.

Syekh al-Dhabhani (1470-1471) yang merupakan pemimpin sufi bahkan secara khusus memerintahkan kepada para pengikutnya untuk mengonsumsi bunna, biji kopi dalam bahasa Ethiopia.

Wilayah Eropa sedikit terlambat mengenal kopi. Bahkan ketika kopi pertama kali tiba, masyarakat Eropa merasa aneh dengan minuman ini. Berdasarkan catatan Sir George Sandys seorang penyair Inggris mengatakan bahwa orang-orang Turki dapat mengobrol sepanjang hari karena mengonsumsi sebuah minuman yang ia sebut “sehitam jelaga dan rasanya tak biasa”. Ia juga menambahkan bahwa menurut orang-orang Turki minuman ini dapat membuat lancar pencernaan dan menyegarkan tubuh.

Kopi sampai ke Eropa pada tahun 1615 dibawa oleh pedagang Venezia yang pulang dari TImur Tengah. Masyarakat Eropa awal mulanya memanfaatkan kopi sebagai bahan medis yang berdampak positif bagi tubuh dengan harga yang lumayan tinggi. Pada tahun 1650-an pedagang minuman lemon di Italia mulai menjajakan kopi di samping minuman lemon mereka. Sementara di Inggris kedai-kedai kopi mulai bermunculan.

Kopi yang mulai menjamuri Eropa mendapat pandangan negative oleh beberapa dokter. Seorang dokter asal Prancis memandang bahwa kopi dapat mengakibatkan orang tidak lagi doyan terhadap wine. Selain itu ada juga dokter yang menilai bahwa kopi dapat membuat tubuh letih, menimbulkan efek samping pada otak, dan menggerogoti fungsi tubuh. Pandangan negative terhadap kopi dibantah oleh Philippe Sylvestre Dufour yang ia tulis pada bukunya.

Pada tatanan interaksi masyarakat Eropa kopi berhasil menggantikan alkohol ketika mereka sedang santai berbincang. Dari kedai-kedai kopi inilah informasi yang sedang dibicarakan menyebar dari mulut ke mulut karena ketika itu belum ada media massa yang memberitakan issue terkini.

Dari kedai kopi inilah issue politik juga dibicarakan. Sejarawan Prancis, Michelet, dikutip Mark Pendergrast dalam Uncommon Grounds: The History of Coffee and How it Transformed Our World, memberitahukan bahwa dampak dari minuman kopi dapat memunculkan kebiasaan baru dan memodifikasi tempramen manusia. Dari sinilah konsep dan ide yang dibicarakan di kedai-kedai kopi terakumulasi dalam peristiwa Revolusi Prancis.

Di Inggris pada 29 Desember 1675 oleh Raja Inggris Charles II mengeluarkan pernyataan mengenai pelarangan kedai kopi. Alasannya ialah karena menganggu stabilitas kerajaan. Protes pun bermunculan dan puncaknya dua hari setelah peraturan ini Raja mengundurkan diri. Pada masa Raja George II kopi dipandang negative oleh raja karena orang-orang yang berkumpul di kedai kopi sering kali mengolok-olok dirinya.

Lain halnya di Jerman yang ketika itu Frederick the Great berkuasa. Pada tahun 1777 Frederick the Great menganjurkan rakyatnya agar lebih memilih minum bir dibandingkan kopi, “Menjijikkan melihat meningkatnya kuantitas kopi yang dikonsumsi rakyatku, dan implikasinya, jumlah uang yang keluar dari negara kita. Rakyatku harus minum bir. Sejak nenek moyang, kemuliaan kita dibesarkan oleh bir.”

Hingga seterusnya kopi menjadi bagian dari kehidupan manusia pada zaman sekarang. Café menjadi tempat berkumpul para kaum muda yang menjadi kebiasaan kekiniaan saat ini. Dan sudah menjadi seharusnya ide-ide besar keluar dari café-café sebagaimana yang terjadi di masa lampau.

Sumber:    Republika   I   historia.id

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Syekh Nawawi Al-Bantani yang Berjuluk Sayyidul Ulama Al-Hijaz

Konfrontasi Politik dalam Pembebasan Irian Barat

Datu Abdussamad, Ulama dari Tanah Bakumpai