Kesultanan Deli, Riwayat Tembakau yang Mendunia



Wilayah yang kini bernama Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan gabungan dari kerajaan-kerajaan yang sudah berdiri jauh sebelum proklamasi kemerdekaan. Kerajaan ini kemudian berkembang dan berubah menjadi kesultanan yang berlandaskan Islam.  Hal ini terjadi seiring suksesnya dakwah para ulama dan habaib dalam menyebarkan agama Islam ke wilayah Nusantara. 

Diantara kesultanan pernah berdiri di Nusantara lebih tepatnya di Pulau Sumatera ialah Kesultanan Deli. Pada mulanya di wilayah Kesultanan Deli sudah berdiri kerajaan yang bernama Kerajaan Haru. Kemudian Sultan Aceh mengirim pasukan yang dipimpin oleh Muhammad Dalik atau yang populer dengan sebutan Gocah Pahlawan untuk menaklukkan Kerajaan Haru yang terletak di Sumatera bagian timur ini.

Di bawah pimpinan Gocah Pahlawan Kerajaan Haru dapat ditaklukkan. Pasukan ini pun kembali ke Aceh untuk melapor kepada sultan. Sebagai bentuk terimakasih maka Sultan Aceh menunjuk Gocah Pahlawan sebagai wakil resmi Kesultanan Aceh yang memimpin wilayah bekas Kerajaan Haru.

Di daerah yang dipimpin oleh Gocah Pahlawan terdapat empat Raja Urung Batak Karo yang sudah memeluk Islam. Empat raja ini kemudian mengangkat Gocah Pahlawan sebagai penguasa resmi di Tanah Deli. Namun, Kesultanan Deli yang sudah berdiri ini masih dibawah kekuasaan dari Kesultanan Aceh. Dalam memimpin Kesultanan Deli, Gocah Pahlawan dibantu Lembaga Datuk Berempat sebagai dewan penasehat kesultanan dalam menjalankan roda pemerintahan.

Ketika Gocah Pahlawan yang menjabat sebagai Sultan Deli wafat maka Tuanku Panglima Perunggit naik tahta menggantikan ayahnya sebagai Sultan Deli. Pada masa kepemimpinan Tuanku Panglima Perunggit Kesultanan Deli memutuskan untuk memisahkan diri dari Kesultanan Aceh.

Ketika Tuanku Panglima Perunggit wafat Tuanku Panglima Panderap naik tahta menjadi Sultan Deli ketiga. Pergantian Sultan Deli sebanyak tiga kali ini tidak mengalami kendala. Barulah setelah Tuanku Panglima Panderap meninggal dunia terjadi masalah mengenai penggantinya. Putera tertua dari Tuanku Panglima Panderap memiliki kendala untuk dapat menjadi Sultan Deli karena memiliki cacat dimatanya

Hal inilah yang menjadi polemik diantara anak Tuanku Panglima Panderap tentang penerus kekuasaan di Deli. Perebutan kekuasaan terjadi antara Tuanku Umar Johan Alamsyah dan Tuanku Panglima Pasutan. Sebenarnya Tuanku Umar terpilih untuk menjadi penerus ayahnya. Namun,  hal ini tidak disetujui oleh Tuanku Panglima Pasutan.

Tuanku Panglima Pasutan berupaya untuk menggagalkan pengangkatan Tuanku Umar. Dengan kekuatan yang ia miliki Tuanku Panglima Pasutan berhasil mengusir Tuanku Umar ke daerah Serdang.

Untuk menghindari pertikaian berkelanjutan mengenai perebutan kekuasaan di Deli maka dua pembesar dari Deli yaitu Raja Urung Sunggal dan Raja Urung Senembal bersama Raja Urung Batak Timur dan seorang pembesar Aceh mengangkat Tuanku Umar sebagai penguasa di Serdang pada tahun 1723. Sejak itulah Kesultanan Serdang berdiri karena perpecahan di Kesultanan Deli.

Catatan mengenai Kesultanan Deli dapat dilihat dari diplomatic writer asal Eropa, John Anderson. Berdasarkan catatannya penguasa tertinggi Deli keenam yaitu Amaluddin Mangendar merupakan orang pertama memakai gelar sultan. Ketika itu Sultan Amaluddin Mangendar yang berkuasa menjalin hubungan erat dengan Kesultanan Siak.

John Anderson juga melaporkan bahwa sultan yang berkuasa di Deli dibantu oleh delapan menteri. Delapan menteri ini terdiri dari Nahkoda Ngah bergelar Timbal-Timbalu, Wak-Wak, Salim, Tok Manis, Dolah, Wakil, Penghulu Kampong dan Syah Bandar (Hamad) yang mengurus hubungan perdagangan.

Belanda yang sudah dari dahulu kala mengatahui bahwa tanah Nusantara ini begitu subur mulai mengincar tanah Deli. Ketika itu pada tahun 1862, Jacobus Nienhuys melakukan kunjungan ke Deli untuk mencari lokasi perkebunan yang cocok.

Akhirnya Jacobus Nienhuys berhasil mendapatkan konsensi tanah dari Sultan Mahmud Al Rasyid dan mulai melakukan penanaman tembakau di tanah tersebut. Hasil panen tersebut lalu dikirim ke Rotterdam untuk diuji kualitasnya. Hasilnya tembakau yang berasal dari tanah Deli ini diakui sebagai tembakau dengan kualitas yang tinggi.

Deli Maatschappij perusahaan milik Jacobus Nienhuys berhasil menjadi perusahaan ‘raja tembakau’ yang melakukan ekspor besar ke berbagai negara. Bahkan diperkirakan 92 persen cerutu di Amerika Serikat memakai tembakau dari tanah Deli.

Pada masa Sultan Ma’moen Al Rasyid dilakukan perubahan kebijakan ekonomi di Deli. Pihak Kesultanan Deli wajib mendapat persenan dari keuntungan perusahaan swasta yang mengambil tanah di Deli. Perusahaan Belanda lalu mulai meminta perluasan lahan kepada sultan dengan alasan untuk menambah keuntungan.

Tembakau Deli pada masanya merupakan tembakau dengan mutu terbaik di dunia. Hal inilah yang di dapat dari perusahaan Deli Maatschappij keika pada tahun 1883 berhasil mengekspor 3,5 juta kilogram. Nilai kekayaan perusahaan Deli Maatschappij ditaksir pada tahun 1890 memiliki kekayaan sebanyak 32 juta gulden.

Sumber:   bentengtimes.com   I    kumparan.com/potongan-nostalgia   I   Wikipedia

Comments

  1. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete
  2. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete
  3. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Syekh Nawawi Al-Bantani yang Berjuluk Sayyidul Ulama Al-Hijaz

Konfrontasi Politik dalam Pembebasan Irian Barat

Datu Abdussamad, Ulama dari Tanah Bakumpai