Dari Tenggara Kalimantan



Yang bernyawa akan sampai waktunya menginginkan kematian. Karena rindu pada Kekasih.

Perlukah merasakan pahitnya terlebih dahulu untuk peduli. Seandainya rasa manis memanglah sirna dari kampung ini, barulah kau mengingat dia?

Tiap hari di 7 waktu dalam seminggu ku sebar benih-benih ini. Berharap panen raya yang abadi. Harapan lebih juga ditujukan terhadap mereka di sekitar. Mereka harus juga ikut memanen. Tapi rasa pahit belum sampai kepada mereka. Sebab nikmatnya manis masih ada di sekujur tubuh mereka. Pesan ku, jangan menunggu diabetes untuk akhirnya menyapa dan peduli dengan rasa pahit.

Lebih baik lagi jika dunia tahu bahwa Kalimantan ini paru-paru dunia. Namun, habis dibabat oleh serakahnya binatang yang dapat berbicara dan berdasi. Besok hari ibukota pindah ke sini. Makin menjamin pembangunan mewah juga ekonomi yang berfoya. Mari kita nikmati sisa hutan kita. Karena besok kita akan kurang oksigen. Dan asap ibukota yang pahit itu akan kita nikmati saban hari.

Semoga tidak.

Banjarbaru, 31 Agustus 20919

Comments

  1. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete
  2. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Syekh Nawawi Al-Bantani yang Berjuluk Sayyidul Ulama Al-Hijaz

Konfrontasi Politik dalam Pembebasan Irian Barat

Datu Abdussamad, Ulama dari Tanah Bakumpai