Indonesia Dalam Kemerdekaan Tiga Negara


Ketika Indonesia merdeka tahun 1945 ada beberapa negara di Afrika Utara yang masih memperjuangkan kemerdekaannya. Diantara negara tersebut ialah Tunisia, Aljazair, dan Maroko. Upaya diplomatik dilakukan mereka untuk mendapat dukungan kemerdekaan dari negara lain.

 

Hal inilah yang dilakukan oleh pemimpin perjuangan kemerdekaan Tunisia, Habib Bourguiba yang datang ke Jakarta pada tahun 1951. Kedatangan Habib Bourguiba disambut oleh tokoh Islam Indonesia yaitu M. Natsir.

 

“Kami terima beliau, bukan sebagai tamu asing akan tetapi sebagai teman seperjuangan lama, yang sama-sama berjuang di satu front kemerdekaan tanah air dari penjajahan yang berabad-abad itu,” kata Muhammad Natsir, dalam Budaya Jaya, Vol. 9, 1976.

 

Muhammad Natsir yang ketika itu menjabat sebagai Perdana Menteri melakukan kunjungan ke Mesir pada tahun 1952. Mesir merupakan basis bantuan bagi para pejuang kemerdekaan dari Tunisia, Aljazair, dan Maroko. Bahkan di Kairo, Mesir disediakan sebuah kantor untuk mengurus segala keperluan perjuangan mereka.

 

Lawatan ke Mesir ini memberikan inspirasi bagi Muhammad Natsir dalam membantu kemerdekaan negara di Afrika Utara. Beliau membentuk Panitia Pembantu Perjuangan Kemerdekaan Afrika Utara yang diketuai oleh Muhammad Natsir. Beliau juga mengajak Hamid Algadri yang diangkat jadi sekretaris jenderal dan IJ Kasimo sebagai Bendahara.

 

“Panitia ini berhasil memberikan bantuan walaupun tidak begitu besar dalam arti materiil tapi besar dalam arti moril bagi perjuangan kemerdekaan negara-negara tersebut.” dalam Muhammad Natsir 70 Tahun: Kenang-kenangan Kehidupan dan Perjuangan.

 

Panitia ini mengupayakan sebuah kantor untuk utusan dari Tunisia, Aljazair, dan Maroko. Maka didapatlah sebuah kantor di Jalan Cikditiro No. 56 Jakarta Pusat. Dalam perkembangannya kantor ini menjadi kedutaan besar Aljazair lalu dipindahkan ke Jalan HR Rasuna Said Kav 10-1 Kuningan Jakarta Selatan.

 

Mobilitas utusan dari Afrika Utara ini dapat dilihat dari kunjungan tokoh-tokohnya ke Jakarta. Seperti Taieb Slim dan Tahar Amira dari Tunisia. Lakhdar Brahimi dan Muhammad Ben Yahya, Muhammad Yazid, dan Husen Ait Ahmad dari Aljazair. Dan juga Allal Al-Fassi pejuang dari Maroko. Mereka semua ini sering mengunjungi rumah Hamid Algadri. “Mereka sering berkunjung di Jalan Tosari No. 50 (rumah Hamid, red) dan menganggapnya seperti rumah keluarga sendiri,” kata Hamid dalam memoarnya Mengarungi Indonesia.

 

Pada tahun 1954 Perdana Menteri Ali Sastromidjojo mengundang kepala pemerintahan dari emat negara untuk melakukan konferensi di Bogor. Empat negara tersebut ialah Jawaharlal Nehru dari India, Mohammad Ali Bogra dari Pakistan, U Nu dari Birma, dan Sir John Lionel Kotelawala dari Srilanka. Konferensi ini dinamakan Konferensi Pancanegara yang bertujuan untuk membicarakan kematangan persiaan terakhir Konferensi Asia-Afrika.

 

Ketika itu dteguhkan sebuah maklumat bahwa “para Perdana Menteri menyatakan bantuan seterusnya dari mereka terhadap tuntutan dari bangsa Tunisia dan Maroko untuk kemerdekaan nasionalnya dan hak yang sah dari mereka untuk menentukan nasibnya sendiri.” 

 

Perjuangan rakyat Maroko dan Tunisia akhirnya membuahkan hasil. Mereka berhasil merdeka pada tahun 1956. Sementara itu, rakyat Aljazair sedang  berada dipuncak perjuangan yang membuat Prancis kewalahan. Akhirnya Aljazair merdeka pada tahun 1962.

 

Jasa-jasa Muhammad Natsri dan Hamid Algadri dari Indonesia yang membantu kemerdekaan Tunisia dan Maroko dihargai oleh mereka. Kepada dua tokoh Indonesia ini pemerintah Tunisia dan Aljazair memberikan penghargaan tertinggi Wism Jumhuria dan Al Istihqaq Al Watani. Dua tokoh yang menjadi motorpergerakan Panitia Pembantu Perjuangan Kemerdekaan Afrika Utara.

 

Referensi:   historia.id

Comments

Popular posts from this blog

Syekh Nawawi Al-Bantani yang Berjuluk Sayyidul Ulama Al-Hijaz

Konfrontasi Politik dalam Pembebasan Irian Barat

Datu Abdussamad, Ulama dari Tanah Bakumpai