Memandang Madang


 

Memandang Madang

 

Sebelum bertempur

terucap zikir

yang menyatu syahdu

pada alam mengadu.

 

Sesaat sebelum sepakat

mufakat kita sampai menang

menagih gunung

juga hutan

yang diterobos eksavator

mengkeruk pusaka bumi

agar dengan segera dihentikan.

 

Hentikan dan kembalikan

sebelum mentari

pada besok hari mengudara.

 

Sebab para leluhur

dengan tatapan tajam

mengintai wujud musuh

isyarat tak setuju

dan jikalau perlu

sembilan keturunan

akan terus menggelorakan

sebuah perlawanan.

 

Bahwa ingatlah

akan sebuah hikayat

tentang kedigdayaan

pasukan Madang yang tak jua takluk

oleh serdadu Belanda

karena gulitanya malam

terjalnya rimba

dan suara asing hutan

berkawin dengan pasukan Madang

tak akan berkhianat

sebab setiap mata

selalu mengintai

di sela-sela hutan Kalimantan.

 

Sambil kita berjuang

para arwah leluhur

menyertai di balik aura dingin pegunungan

membawakan kalimat sakti

peneguh jiwa pertahankan Madang.

 

Sebagai rasa yang tak berkesudahan

dari Tumenggung Antaludin

dan tentu Pangeran Antasari

yang tak setuju tambang liar

ditentang sampai akhir hayat.

 

Banjarbaru, 26-10-2020

Dari Benteng Madang

Comments

Popular posts from this blog

Syekh Nawawi Al-Bantani yang Berjuluk Sayyidul Ulama Al-Hijaz

Konfrontasi Politik dalam Pembebasan Irian Barat

Datu Abdussamad, Ulama dari Tanah Bakumpai