Luka Muslim Aljazair yang diberikan Prancis
Negeri seribu syahid, merupakan sebuah istilah yang merujuk
kepada negara di Afrika Utara, yaitu Aljazair. Penamaan ini disebabkan karena
ribuan orang tewas demi mempertahankan agama dan identitas mereka pada masa
penjajahan Prancis.
Kegagalan Prancis mempertahankan koloni-koloninya di India
dan Benua Amerika, membuat mereka ingin menjadikan Aljazair sebagai titik tolak
perluasan wilayahnya di Afrika. Prancis pertama kali tiba di Aljazair pada
tahun 1830.
Sejak itu, Prancis terus bercokol di Aljazair sampai 132
tahun lamanya. Baru pada tahun 1962, Aljazair merdeka dengan perang yang
menyakitkan. Tokoh yang dikenal sebagai pelopor perjuangan terhadap Prancis
ialah Abdul Qadir al-Jaza’iri.
Selama 132 tahun tersebut, Prancis melakukan perusakan
terhadap kebudayaan tradisional Muslim Aljazair. Kebudayaan yang dihancur
tersebut sudah ada sejak awal kedatangan Islam ke Afrika Utara. Ketika itu,
tidak semua rakyat Aljazair dapat beraktivitas dengan normal. Mereka pun terpaksa
menjadi warga negara Prancis yang mendapatkan hak penuh dan harus meninggalkan
ajaran Islam. Koloni Prancis pun juga menguasai penuh Badan Amal Islam.
Sekolah-sekolah tradisional yang mengajarkan Al Quran
ditutup Prancis dengan alasan membahayakan. Mereka pun mengganti sekolah
tersebut dengan sekolah yang mengajarkan Bahasa Prancis dan Kebudayaannya. Warga
Aljazair diharuskan menggunakan Bahasa Prancis dalam aktivitas sehari-hari dan melarang penggunaan Bahasa
Arab.
Pada tahun 1847, Prancis mengeluarkan peraturan code de i'indengenat yang banyak menelan
korban umat Islam. Hukuman ini diberlakukan karena Prancis berdalih bahawa
banyak Muslim yang tidak patuh dengan menghianati Prancis.
Semuanya baru berubah ketika Aljazair merdeka dari Prancis
pada tahun 1962. Presiden Aljazair pertama, Ben Bellah merupakan seorang
sosialis yang berkuasa selama 25 tahun. Pemerintah Aljazair langsung mengontrol
negara atas kegiatan keagamaan dengan tujuan konsolidasi nasional dan kontrol
publik. Agama Islam dijadikan sebagai konstitusi baru dan menjadi agama
pemimpinnya. Masjid-masjid dimonopoli negara sementara Departemen Agama
mengendalikan 5.000 masjid pada pertengahan 1980-an.
Para Imam yang menjadi penopang negara juga mendapat
pelatihan dan dibayar oleh negara. Departemen Agama juga menyaring
khutbah-khutbah yang akan disampaikan. Kementrian juga menjamin pemberian
pendidikan agama dan pelatihan di sekolah-sekolah. Beberapa lembaga khusus
untuk belajar Islam pun dibentuk. Usaha memperkenalkan prinsip hukum Islam
dilakukan ke dalam hukum keluarga khususnya. Seperti pelarangan bagi muslimah
untuk menikahi seorang non-muslim. Namun, kebijakan ini dicabut karena tidak
disetujui oleh banyak pihak.
Sumber: Republika
Comments
Post a Comment