Ketegasan Jenderal Ahmad Yani dalam Memimpin Pasukannya
Jenderal TNI Anumerta Ahmad Yani merupakan salah satu dari
tujuh jenderal yang menjadi korban peristiwa G30S/PKI. Jenderal Ahmad Yani
dikenal sebagai prajurit yang tegas dan berani dalam memimpin anak buahnya. Hal
ini terlihat dalam beberapa kesempatan ketika Ahmad Yani masih menjadi prajurit
di medan perang.
Ketika itu, Ahmad Yani yang menjabat sebagai Letkol Komandan
Brigade Magelang memimpin operasi penumpasan pemberontak AUI di Magelang pada tahun 1950-an. Di daerah Kebumen pasukan AUI
melancarkan serangan yang ganas.
Melihat situasi ini, Ahmad Yani memutuskan untuk pergi ke
daerah tersebut. Dengan hanya menaiki Jeep dan satu kendaraan kawalan Bren Carrier, Ahmad Yani bergegas menuju
lokasi yang sedang genting. Rombongan Ahmad Yani melewati jalanan sepi di
Kutuardjo. Seorang pembantu letnan ragu dengan keputusan ini. Ia berkata, "Bagaimana Pak, ini sangat gawat!".
Ahmad Yani yang ketika itu masih menjabat sebagai Letnan
Kolonel (Letkol) pun menjawab tenang kepada anak buahnya. "Tidak apa-apa. Terus saja!".
Rombongan ini jalan terus hingga melewati sebuah jembatan
terdengar sebuah tembakan gencar yang berasal dari seberang jembatan tersebut.
Pembantu letnan meminta persetujuan kepada Letkol Ahmad Yani untuk menyerang
musuh yang berada di depan. Letkol Ahmad Yani pun menjawab, “Ya, terus serang”.
Dengan sigap, Letkol Ahmad Yani memimpin pasukannya dan
memerintahkan Bren Carrier untuk
mengambil posisi yang baik ketika naik tanggul. Alhasil di bawah pimpinan
Letkol Ahmad Yani, pasukan ini berhasil membendung musuh yang beranggotakan
sekitar 100 orang.
Ketegasan Ahmad Yani dalam memimpin pasukannya juga menonjol
ketika ia ingin terbang dari Yogyakarta menuju Kemayoran.
Rencananya, keberangkatan pesawat dari Kemayoran akan terbang
menjemput Ahmad Yani di Yogya akan berangkat pada pukul 02.00 siang. Namun,
hingga lewat pukul 02.00 siang awak pesawat belum juga lengkap. Hanya ada
seorang kapten pilot dan teknikus. Sementara pilot pembantu dan navigator tidak
kunjung juga datang.
Jika penerbangan akan dipaksakan tentunya tanpa adanya pilot
pembantu dan navigator akan membahayakan keselamatan penumpang.Tapi, Ahmad Yani
dengan yakin tetap melakukan penerbangan walau tanpa pembantu pilot dan
navigator. Ia berpegang teguh pada janjinya yang akan datang tepat waktu.
Jenderal Ahmad Yani mencoba meyakinkan Kapten Pilot
Rustamaji. "Bagaimana, berani
berangkat sekarang juga?". Sikap optimisme sang Jenderal coba
disebarkan kepada awak pesawat termasuk kapten pilot. Lalu kapten pilot
Rustamaji menjawab kesanggupannya untuk menerbangkan pesawat menuju Kemayoran.
Pesawat pun jadi berangkat dengan awak kapal seadanya.
Kapten pilot Rustamaji didampingi oleh seorang ajudan yang duduk disampingnya.
Ia hanya sekedar membantu kapten pilot sesuai instruksi yang diberikannya.
Sebenarnya, sang ajudan tidak tahu menahu tentang masalah penerbangan.
Penerbangan seadanya ini berhasil mendarat dengan selamat di
Bandara Adisucipto. Kepemimpinan tegas Jenderal Ahmad Yani berhasil menularkan
sikap optimis kepada awak kapal dan memberikan keyakinan kepada mereka. Sikap
inilah yang terus dikenang oleh para anak buahnya. Hal ini seperti yang
dikatakan oleh seorang yang pernah menjadi ajudannya. "Entah bagaimana, saja merasa penuh gairah kerja sejak saja dekat
dengan Pak Yani. Instruksi beliau jelas, tegas dan hanya diberikan dalam
garis-garis besarnya saja. Selebihnya diserahkan penuh kepada inisiatif dan
pemikiran saya. Saya merasa mendapat kepercayaan penuh dan karenanya selalu
berusaha untuk tidak mengecewakan harapannya.”
Keahlian Jenderal Ahmad Yani dalam memimpin perang juga
terasa ketika ia bersama anak buahnya yang diantaranya, Sarwo Eddy (kelak
menjadi Komandan RPKAD) dan Surachmad membuyarkan serangan kilat yang
dilancarkan Belanda. Ketika itu, pasukan Jenderal Ahmad Yani hanya bermodal
perlengkapan sederhana, sementara Belanda menyerbu dengan berbagai senjata
canggih dan kendaraan-kendaraan lapis baja.
Sumber: Intisari-Online.com
Comments
Post a Comment