K. H. Hasan Basri, Ketua Umum MUI dari Muara Teweh




K.H. Hasan Basri merupakan sosok ulama yang pernah menjabat sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia yang lahir di Muara Teweh, Kalimantan Tengah. Beliau juga merupakan seorang da’i yang menyiarkan islam dan pernah menjadi Imam Masjid al-Azhar, Jakarta.

Hasan Basri harus kehilangan ayahnya karena meninggal dunia ketika baru berusia tiga tahun. Ia pun diasuh oleh ibunya bersama dua saudaranya. Hasan Basri merupakan anak kedua dari pasangan Muhammad Darun (ayah) dan Siti Fatimah (ibu).

Hasan Basri menempuh pendidikan dengan mengikuti dua sekolah sekaligus. Pagi hingga siang, beliau bersekolah di sekolah rakyat. Ketika sorenya, Hasan kecil mengikuti pendidikan di sekolah Ainiyah Awaliyah Islamiyah (DAI). Di sseolah DAI, Hasan kecil mendapat pelajaran membaca Al Qur’an, mempraktekkan ibadah Islam, menulis dan membaca tulisan Arab. Beliau dikenal sebagai murid yang cerdas. Oleh karena itu, Hasan diberi kepercayaan oleh gurunya untuk mengajar di kelas satu ketika ia baru memasuki kelas tiga.

Setelah menyelesaikan pendidikan di Sekolah Rakyat, Hasan Basri meninggalkan kampungnya dan menuju ke Banjarmasin untuk bersekolah. Hasan Basri memilih Madrasah Tsanawiyah Muhammadiyah di Banjarmasin untuk menambah ilmu-ilmu agamanya.

Suatu ketika Buya Hamka berkunjung ke Banjarmasin. Saat itu, Hasan melihat ceramah yang disampaikan Buya Hamka. Dan ketika itu, ia sangat mengagumi sosok Buya Hamka dan berkeinginan untuk menjadi ulama. Setamat sekolah Madrasah, Hasan melanjutkan sekolah ke Zu’ama Muhammadiyah di Yogyakarta. Sesudah tamat, Hasan memilih untuk menikah pada usia 21 tahun. Lala, Hasan bersama istrinya membuat sebuah Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah di Marabahan, Kalimantan Selatan. Namun, madrasah ini terpaksa ditutup pada tahun 1944 karena situasi perang yang bergelora. Di Kalimantan Selatan, Hasan juga sempat mendirikan Persatuan Guru Agama Islam.

Hasan Basri juga tidak jarang berpidato dan berkhutbah di masjid selain di majlis taklim. Hal inilah yang membuat namanya semakin dikenal masyarakat luas. Ia pun memutuskan untuk tejun ke dunia politik dengan bergabung dengan Partai Masyumi. Ketika Republik Indonesia Serikat (RIS) terbentuk, Hasan hijrah ke Jakarta dan sekaligus terpilih menjadi anggota DPR mewakili provinsinya.

Ketika akhirnya Masyumi dibubarkan, Hasan merasa tidak ada organisasi politik yang sepaham dengan dia. Ia pun memutuskan untuk terjun ke tengah-tengah masyarakat untuk berdakwah. Hingga pada puncaknya, beliau terpilih menjadi Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Sumber: mui.or.id

Comments

Popular posts from this blog

Syekh Nawawi Al-Bantani yang Berjuluk Sayyidul Ulama Al-Hijaz

Konfrontasi Politik dalam Pembebasan Irian Barat

Datu Abdussamad, Ulama dari Tanah Bakumpai