Bekal Islam dalam Perjuangan KH Zaenal Mustafa




KH Zaenal Mustafa ialah pejuang Islam dari Jawa Barat yang mengadakan pemberontakan terhadap kezaliman Jepang. Kiai Zaenal memiliki nama kecil Hudaeni yang berasal dari keluarga petani berkecukupan. Hudaeni lahir di kampung Bageur, Kecamatan Singaparna, Kabupaten Tasikmalaya. Ketika menunaikan ibadah haji pada tahun 1927, barulah Hudaeni mengubah namanya menjadi Zaenal Mustafa.

KH Zaenal Mustafa memimpin pasukannya dalam perlawanan melawan penjajah. Sebagai pemimpin Kiai Zaenal tidak ingin membebankan risiko berperang kepada para pasukannya. Dia berdalih bahwa siap menanggung risiko semuanya di pundaknya. Perjuangan Kiai Zaenal  dimulai dari khutbah-khutbahnya yang menyadarkan kembali sikap kesaudaraan sebagai bangsa dan sikap penentangan terhadap penjajah. Hal ini membuat Kiai Zaenal ditangkap pada 17November 1941 atas tuduhan penghasutan terhadap pemerintah Hindia Belanda.

Penangkapan ini tidak membuat mental kiai yang mendirikan Pesantren Sukamanah ini padam nyalinya. Kiai Zaenal baru bebas dari tahanan ketika Belanda kalah dalam Perang Dunia II dan melepaskan Indonesia ke tangan Jepang.

Ketika Jepang berkuasa, rakyat termasuk Kiai Zaenal dipaksa melakukan upacara seikerei, yaitu sebuah upacara membungkukkan diri  90 derajat ke arah matahari terbit. Kiai Zaenal yang pernah menuntut ilmu agama di Arab Saudi ini menilai bahwa upacara tersebut bertentangan dengan ajaran Islam. Inilah yang membuatnya harus melakukan perjuangan fisik demi tegaknya Tauhid. Belum lagi aksi pemerkosaan yang dilakukan tentara-tentara Jepang terhadap perempuan di Tasikmalaya yang sudah memprihatinkan. Jadi sudah sepatutnya untuk melakukan perlawanan melihat tindakan Jepang yang sudah melampaui batas.

Perjuangan pun dimulai dengan pasukan yang juga terdiri dari para santrinya. Mereka bermodalkan bambu runcing, golok bambu, dan ilmu bela diri berani melawan secara terbuka pasukan-pasukan Jepang. Pertempuran tersebut mengakibatkan gugurnya 86 santri dan 300 tentara Jepang tewas. Selebihnya sekitar 700-900 santri ditangkap dan dijebloskan ke penjara.

Kiai Zaenal memberikan intruksi kepada santrinya yang ditahan agar tidak mengaku terlibat dalam pertempuran melawan Jepang. Hal ini dilakukan agar Kiai Zaenal sendiri yang menanggung segala beban. Akibatnya, sejumlah orang yang berjumlah 23 orang ditangkap dan dianggap bersalah termasuk didalamnya Kiai Zaenal. Penangkapan Kiai Zaenal diliputi kelicikan tentara Jepang. Ketika itu sebenarnya Kiai Zaenal diminta untuk berunding. Namun, ketika untuk memenuhi undangan perundingan tersebut, Kiai Zaenal malah ditangkap. "Setelah ada kemenangan, beliau diajak damai oleh Jepang tapi itu ternyata jebakan, mereka dipenjarakan,"  ujar Yusuf Mustofa, yang merupakan cucu Kiai Zaenal.

Kiai Zaenal lalu dibawa ke Ciamis. Kata Yusuf dalam perjalanan tersebut ketika Kiai Zaenal melewati jalan yang sekarang diabadikan dengan namanya, Kiai Zaenal disiksa oleh tentara Jepang. Ketika itu, Kiai Zaenal diseret menggunakan mobil. Namun, atas pertolongan Allah, Kiai Zaenal tidak meninggal dan malah membuat tentara Jepang kebingungan. Lalu Kiai Zaenal dipenjarakan di Sukamiskin, Bandung setelah itu ke Ancol, Jakarta.

Ketika di Ancol Kiai Zaenal bersama 17 santrinya dikubur hidup-hidup. Inilah yang menjadi akhir dari perjuangannya.

Pada tahun 1973, pihak keluarga memindahkan jenazah Kiai Zaenal yang semula di Ancol. Menurut penuturan keluarga, jasad KH Zaenal Mustafa masih dalam kondisi yang utuh dalam posisi berdiri sebagaimana ketika dikubur hidup-hidup.

Sumber: Republika

Comments

Popular posts from this blog

Syekh Nawawi Al-Bantani yang Berjuluk Sayyidul Ulama Al-Hijaz

Konfrontasi Politik dalam Pembebasan Irian Barat

Datu Abdussamad, Ulama dari Tanah Bakumpai