Perjuangan Keturunan Arab Untuk Indonesia





Salah persepsi tentang kedatangan orang Arab ke Nusantara dimulai ketika pemerintah kolonial Belanda menyebutkan orang Arab yang pertama kali ke Nusantara berasal dari Hadramaut (Yaman Selatan). Lalu, Snock Hurgronye, seorang orientalis menyebut bahwa Islam menginjakkan kaki di Indonesia bukan dari Arab melainkan dari Gujarat, India. Pengaburan sejarah hubungan Arab dengan bangsa Indonesia dilakukan oleh Belanda demi kepentingan kekuasaannya di Indonesia. Belanda berusaha menghilangkan pengaruh Arab di Indonesia karena jika dibiarkan akan sangat berbahaya bagi Belanda.

Dalam sebuah seminar yang diadakan di Medan tahun 1973, pendapat masuknya Islam menurut versi Belanda dibantah. Seminar yang diikuti oleh sejarawan sekaligus pemuka agama ini menyebutkan bahwa Islam sudah datang ke Indonesia sejak abad pertama hijriah. Ketika itu Islam dibawa oleh para pedagang dan saudagar yang berasal dari Arab.

Hasil dari seminar tersebut menyebutkan bahwa mereka yang datang ke Indonesia bukanlah missionaris Islam seperti yang diperkirakan dunia Kristen. Karena setiap muslim diharuskan untuk memberi penjelasan tentang Islam.

Pedagang-pedagang Arab tersebut membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk sampai ke Indonesia. Karena itu, mereka memilih untuk singgah sejenak di Gujarat, yang merupakan bandar yang sangat ramai. Sejak lama orang Arab telah datang ke wilayah Nusantara termasuk Malaysia. Banyak pengaruh Arab yang diaplikasikan oleh orang Indonesia. Salah satunya penggunaan huruf Arab yang dipakai pada abad ke 18 dan 19. Saat itu, rakyat Indonesia tidak mengenal huruf latin, mereka lebih memilih menggunakan huruf Arab Melayu, Arab Pegon, dan Arab Jawi. Bahkan, cerita-cerita roman termasuk tulisan pengarang Tionghoa ditulis dalam huruf Arab Melayu.

Kecintaan rakyat Indonesia kepada Arab wajar jika melihat hadist Rasulullah SAW yang berbunyi, ”Dicintai Arab karena tiga hal, karena aku seorang Arab, Alquran tertulis dalam bahasa Arab, dan percakapan ahli surga juga mempergunakan bahasa Arab.” (Hadist iwayat Ibnu Abbas).

Keturunan Arab di Indonesia menyebut pribumi Indonesia dengan sebutan ahwal (saudara dari pihak ibu). Hal ini karena sebagian besar keturunan Arab ke Indonesia tidak disertai istri. Berbeda penyebutan pribumi oleh Belanda. Mereka menyebut pribumi dengan sebutan inlander (bangsa kuli) yang membuat Bung Karno marah. Belanda pernah mencoba meningkatkan status orang Indonesia keturunan Arab. Namun, mereka menolak agar dapat hidup berdampingan dan berjuang dengan pribumi Indonesia.

Mr. Hamid Agadri menyebutkan bahwa keturunan Arab di Indonesia banyak terlibat dalam perjuangan melawan Belanda. Bahkan, Raden Saleh yang merupakan keluarga dari Bin Yahya pada akhir hayatnya pernah ditangkap dan dituduh sebagai pembela kelompok Islam Radikal yang memberontak di Bekasi. Belanda selalu menyatakan bahwa kelompok yang melakukan perlawanan terhadapnya merupakan kelompok radikal dan Islam fundamentalis.

Sebelum berdirinya Boedi Oetomo pada tahun 1908, sudah berdiri organisasi Islam modern pada tahun 1901 yang bernama Jamiat Kheir. Organisasi ini didirikan oleh Sayed Ali bin Ahmad Shahab yang juga keturunan Arab.

Sayed Ali dan sejumlah pemuka keturunan Arab juga pernah mengirimkan beberapa pemuda untuk pergi ke Turki. Namun sayang, Turki Utsmani saat itu dibubarkan pada tahun 1923 dan berubah menjadi negara sekuler.

Lahirnya Sarekat Dagang Islam juga ada campur tangannya oleh para saudagar Arab. Mereka mengumpulkan modal kepada Tirtoadisuryo untuk mendirikan majalah dagang Medan Priaji di Bandung. Lalu berdiri lah Sarekat Dagang Islam pada tahun 1911 di Jakarta dan Bogor. Para pemuda Arab juga bersumpah berikrar kepada Indonesia pada tahun 1934. Terbentuknya Partai Arab Indonesia pimpinan AR Baswedan juga menunjukkan kontribusi orang Arab demi Indonesia

Sumber: Republika

Comments

Popular posts from this blog

Syekh Nawawi Al-Bantani yang Berjuluk Sayyidul Ulama Al-Hijaz

Konfrontasi Politik dalam Pembebasan Irian Barat

Datu Abdussamad, Ulama dari Tanah Bakumpai