Modernisasi Jepang oleh Kaisar Meiji



Gerakan pembaruan Restorasi Meiji dipepolori oleh Kaisar Meiji untuk membawa Jepang pada perubahan struktur politik dan sosial Jepang menjadi lebih baik. Gerakan ini berlangsung selama tiga tahun, yaitu dari tahun 1866 sampai 1869.

Dalam kurun waktu tersebut bisa dikatakan bahwa Jepang mengalami masa ‘pencerahan’. Ini menjadi langkah awal Jepang untuk menjadi negara maju. Setelah lebih dari 200 tahun menutup diri dari hubungan luar di bawah rezim Tokugawa. Saat itu, Jepang dipimpin oleh diktator Kesyogunan Tokugawa yang menerapkan sistem politik luar negeri yang tertutup. Jepang menolak semua orang asing, agama asing, dan yang terpenting pengaruh asing. Orang-orang Jepang pun dilarang untuk bepergian ke luar negeri. Memang, kebijakan ini berhasil membuat Jepang tentram, namun pertambahan laju penduduk membuat ekonomi Jepang terhambat.

Pada tahun 1854 terjadi perjanjian Syimoda yang menandai berakhirnya politik tertutup Jepang terhadap dunia luar. Dalam perjanjian tersebut disebutkan bahwa pelabuhan Syimoda dan Hakodate dibuka untuk perdagangan asing. Selanjutnya pada tahun 1858 diadakan perjanjian Townsend Harris. Isi perjanjian ini menyatakan bahwa Jepang bersedia mengangkat duta Amerika di Yedo, diadakannya perdagangan asing, serta diperbolehkannya warga Amerika Serikat untuk tinggal di Yedo.

Pembukaan besar-besaran Jepang oleh pemerintahan Syogun membuat sebagian besar rakyat kecewa. Hal ini menimbulkan perasaan anti-Syogun dikalangan rakyat. Pemerintah dianggap lemah terhadap negaranya sendiri dan menjual tanah kepada bangsa asing. DI sisi lain timbul gerakan pro-Tenno untuk mengganikan pemerintahan Syogun.

Kekacauan dalam negeri semakin ditambah dengan kuatnya pengaruh gubernur militer Satsyuma dan Cosyu. Ini mengakibatkan jatuhnya pemerintahan Syogun kepada Tenno. Pada tahun 1867 Kaisar Osyahito (Komei Tenno) menyerahkan kekuasaannya kepada Kaisar Meiji.

Kaisar Meiji menyusun rencana pembangunan untuk memodernisasi Jepang yang jauh tertinggal dari negara Barat. Industri dalam negeri Jepang melakukan produksi yang lebih besar untuk diekspor ke luar negeri. Komoditi teh dan sutera sangat laku di luar negeri. Dari hasil penjualan ini devisa negara Jepang pun bertambah. Dari pendapatan devisa inilah dibeli mesin-mesin modern untuk perusahaan teh dan sutera. Untuk mengoperasikan mesin tersebut, Jepang untuk sementara memakai jasa ahli teknik luar negeri. Baru ketika mereka sudah ahli dalam pengoperasian mesin tersebut para ahli teknik dipulangkan ke negeri asalnya.

Industri alat perang dan alat besar pun berkembang pesat. Nama-nama seperti Yosyuda, Mitsui, Sumimoto dan Mitshubishi muncul seiring berkembanganya industri alat perang dan alat besar di Jepang.

Pada bidang pendidikan Jepang mengikuti sistem pendidikan yang ada di Eropa Barat. Setiap anak yang sudah menginjak umur enam tahun diwajibkan untuk belajar . Pada setiap 600 penduduk diadakan setidaknya satu sekolah rendah. Untuk memudahkannya, Jepang membagi delapan daerah pendidikan yang setiap daerah diisi 32 sekolah menengah dan satu perguruan tinggi.


Jepang juga menjalankan kebijakan imperialisme yang menyasar daerah subur sekaligus memperluas perdagangan. Dengan melakukan imperialisme, pandangan dunia terhadap Jepang yang semula hanya sebagai negara yang terisolir dan kuno berubah sedemikian rupa dengan kemajuan yang berhasil dicapainya pula. 

Sumber: socialstudiestask.blogspot.com

Comments

Popular posts from this blog

Syekh Nawawi Al-Bantani yang Berjuluk Sayyidul Ulama Al-Hijaz

Konfrontasi Politik dalam Pembebasan Irian Barat

Datu Abdussamad, Ulama dari Tanah Bakumpai