Pasukan Kesultanan Sambas Permalukan Inggris



Di wilayah Kalimantan Barat pernah berdiri sebuah kesultanan yang bernama Kesultanan Sambas. Kesultanan ini didirikan oleh Raden Sulaiman pada tahun 1671 dengan gelar Sultan Muhammad Shaifuddin. Pusat pemerintahan Kesultanan Sambas berada di dekat muara Sungai Teberrau yang juga dikenal dengan sebutan Lubuk Madung.Pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Tajuddin yang merupakan Sultan Sambas ke-2 pusat pemerintahan dipindahkan ke daerah Muara Ulakkan, tempat pertemuan Sungai Sambas, Sungai Teberrau, dan Sungai Subah.

Untuk menjaga daerah Sambas yang letaknya di pesisir maka dibentuklah Angkatan Laut yang menjaga wilayah kedaulatan laut Kesultanan Sambas. Armada Angkatan Laut Kesultanan Sambas harus beberapa kali bersitegang dengan kapal-kapal tidak tidak mematuhi peraturan. Salah satu armada kapal yang ‘nakal’ tersebut ialah kapal-kapal dari Inggris.

Kapal-kapal dagang Inggris tersebut menolak untuk singgah terlebih dahulu di pelabuhan induk Sambas dan lebih memilih untuk langsung melakukan aktivitas dagang dengan kongsi-kongsi dari Cina di daerah Selakau dan Sedau.

Pada zaman itu memanglah seperti kebiasaan bagi orang-orang Eropa seperti meremehkan kekuatan kerajaan atau kesultanan yang didatanginya. Angkuhnya sikap kapal dagang Inggris tersebut membuat Panglima Angkatan Laut Sambas yang bernama Pangeran Anom geram.

Puncak pertempuran Kesultanan Sambas melawan Inggris mencapai puncaknya pada Oktober 1812. Ketika itu, Kesultanan Sambas merupakan kesultanan yang bisa dibilang tidak miskin. Oleh karena itu kekayaan dengan berlimpahnya emas dimanfaatkan pihak Kesultanan untuk membeli dengan peralatan perang berupa meriam.

Oleh pasukan Kesultanan Sambas meriam tersebut diletakkan di tempat-tempat strategis di sungai wilayah Sebatu yang medannya meliuk-meliuk.

Saat armada laut Inggris datang ke wilayah Sebatu dengan respon cepat pasukan dari Kesultanan Sambas menembakkan meriam-meriam tersebut. Perlawanan militan dari pasukan Kesultanan Sambas untuk mempertahankan kedaulatan tanah airnya tergambar pada ungkapan sejarawan Inggris, Sir Graham Irwin dalam bukunya yang berjudul Nineteenth-Century Borneo.

Ketika Kapten J. Bowen menyadari bahwa pasukannya tidak mampu melawan Pasukan Sambas, maka Kapten J. Bowen dan pasukannya terpaksa melakukan pengunduran dengan amat memalukan dimana dampak dari kekalahan pasukan Inggris itu telah menjatuhkan marwah Inggris di Borneo yang tidak dapat digambarkan.

Di wilayah laut pertempuran juga terjadi di bawah pimpinan Pangeran Anom. Sekitar 4 atau 5 pertempuran terjadi dengan hasil seluruhnya dimenangkan oleh pasukan Kesultanan Sambas.  Hal ini tercatat dalam sejarah dengan tintah emas bahwa kapal-kapal Inggris seperti Commerce, Transfers, dan Cendana kalah melawan Angkatan Laut Sambas yang dipimpin oleh Pangeran Anom.



Sumber:   sultansinindonesieblog.wordpress   I   Wikipedia

Comments

Popular posts from this blog

Syekh Nawawi Al-Bantani yang Berjuluk Sayyidul Ulama Al-Hijaz

Konfrontasi Politik dalam Pembebasan Irian Barat

Datu Abdussamad, Ulama dari Tanah Bakumpai