Relasi Makassar, Suku Bugis, dan Aborigin
Berkisaran antara tahun 1720-an sampai 1906 para pelaut dari Makassar dan Bugis sering mengunjungi pantai utara Australia untuk mencari ikan teripang. Hubungan ini sudah sangat jauh-jauh hari sebelum kedatangan bangsa eropa. Ikan teripang yang tadinya didapat diperjualbelikan dengan pedagang Cina. Setiap musim sekitar 30-60 armada perahu tidak jarang berkunjung.


Suku Aborigin merupakn suku yang kental dengan budaya lisan. Tapi mereka jugo gemar menggambar di batuan cadas tentang kehidupan sehari-hari. Secara turun-temurun hal ini terus dilakukan dengan teknik yang berbeda tentunya. Saat ini hanya para orang tua yang memiliki hak untuk menggambar di Cadas.
Jauh sebelum kedatangan bangsa barat ke bumi pertiwi ini, penduduk kita sudah dikenal dengan kemandiriannya. Baik itu dalam bidang pangan maupun lainnya. Tapi sekarang kita hanya bisa membeli segala macam ini itu dari luar negeri. Beras, kedelai, bahkan singkong kita beli dari luar negeri. Negeri yang merdeka lebih dari 50 tahun tidak dapat memenuhi kemakmuran rakyatnya. Kita terpaksa menjadi pasar orang luar negeri bahkan menjadi kacung. Beda dengan para orang Makassar dan Bugis, mereka menjadikan orang luar menjadi mitra bisnisya bukan menjadi pasar maupun budaknya.
Comments
Post a Comment