Haji Agus Salim dan Kisah 4 Bahasa
Lahir dengan nama Mashudul Haq di Kota Gadang, Sumatera Barat tanggal 8 Oktober 1884, beliau merupakan salah satu pejuang kemerdekaan Indonesia. Haji Agus Salim ditetapkan menjadi Pahlawan Nasional dengan ketentuan Keppres nomor 657 tahun 1961. Beliau dikenal sebagai diplomat ulung Indonesia. Pastinya seorang diplomat harus menguasai beberapa bahasa asing untuk dapat mengutarakan keinginannya. Di sini ada sedikit cerita tentang Haji Agus Salim dengan 4 bahasa yang dikuasainya
Pertama, ketika itu beliau meghadiri Konferensi Buruh Internasional di Jenewa tahun 1930. Di kesempatan itu Haji Agus Salim berpidato menggunakan Bahasa Inggris. Sontak peserta konferensi memuji kefasihan Haji Agus Salim berbahasa Inggris. Setelah itu ada yang menantang beliau untuk berpidato berbahasa Prancis. Dan ketika giliran Haji Agus Salim berpidato, beliau merespon lawan berbicaranya dengan bahasa Prancis. Haji Agus Salim menanggapi tantangannya tersebut dengan tangan dingin. Peserta konferensipun kembali memuji kehebatan Haji Agus Salim dalam menguasai bahasa asing.
Kedua, saat menghadiri suatu acara di Mesir. Kejadian tersebut dimulai ketika penjamuan Persatuan Wartawan Mesir kepada Haji Agus Salim. Saat itu Ketua Wartawan Mesir memulai sambutan dengan kata welcome dan sebuah salam persahabatan sesama muslim. Haji Agus Salim pun menjawab salam tersebut dengan ucapan serupa dengan Bahasa Arab. Seorang penerjemah yang siap menerjemahkan ucapan beliau dari Bahasa Indonesia ke Bahasa Arab dibuat terkejut dengan fasihnya Haji Agus Salim berbahasa Arab. Hadirin dengan gemuruhnya memberikan tepuk tangan atas penghargaan kepada beliau.
Ketiga, seorang professor dari Belanda menulis dalam buku hariannya yang terbit tahun 1970 sebagai berikut. "Saya ingat ketika suatu hari diundang ke istana ini. Orangtua (Haji Agus Salim) yang sangat pintar ini jenius dalam bahasa, bicara, dan menulis dengan sempurna dalam sembilan bahasa. Dan dia hanya memiliki satu kelemahan yaitu, bahwa selama hidunya ia melarat (miskin)."
Keempat, dalam menghadapi cemoohan Haji Agus Salim punya cara tersendiri untuk meresponnya. Ini dapat dilihat pada kutipan berikut.
"Kami sekelompok besar pemuda, bersama-sama mendatangi rapat di mana Pak
Salim akan berpidato dengan maksud mengacaukan pertemuan itu. Pada
waktu itu Pak Salim telah berjanggut kambing yang terkenal itu dan
setiap kalimat yang diucapkan Pak Haji disahut oleh kami dengan
mengembik yang dilakukan bersama-sama. Setelah ketiga kalinya kami
menyahut dengan "me, me, me" (mbek), maka Pak Salim mengangkat tangannya
seraya berkata.
"Tunggu sebentar. Bagi saya sungguh suatu hal yang sangat menyenangkan bahwa kambing-kambing pun telah mendatangi ruangan ini untuk mendengarkan pidato saya. Hanya sayang sekali bahwa mereka kurang mengerti bahasa manusia sehingga mereka menyela dengan cara yang kurang pantas. Jadi saya sarankan agar untuk sementara tinggalkan ruangan ini untuk sekadar makan rumput di lapangan. Sesudah pidato saya ini yang ditujukan kepada manusia selesai, mereka akan dipersilakan masuk kembali dan saya akan berpidato dalam bahasa kambing khusus untuk mereka. Karena di dalam agama Islam, bagi kambing pun ada amanatnya dan saya menguasai banyak bahasa."
"Kami tidak tinggalkan ruangan," kata Sjahrir. "Tetapi kami terima dengan muka merah gelak tawa dari hadirin lainnya," imbuhnya. Masih menurut Sjahrir, sesudah peristiwa itu para pemuda masih melawannya. "Tetapi tidak pernah lagi kami mencemoohkannya," ujar Sjahrir dikutip Jef Last.
"Tunggu sebentar. Bagi saya sungguh suatu hal yang sangat menyenangkan bahwa kambing-kambing pun telah mendatangi ruangan ini untuk mendengarkan pidato saya. Hanya sayang sekali bahwa mereka kurang mengerti bahasa manusia sehingga mereka menyela dengan cara yang kurang pantas. Jadi saya sarankan agar untuk sementara tinggalkan ruangan ini untuk sekadar makan rumput di lapangan. Sesudah pidato saya ini yang ditujukan kepada manusia selesai, mereka akan dipersilakan masuk kembali dan saya akan berpidato dalam bahasa kambing khusus untuk mereka. Karena di dalam agama Islam, bagi kambing pun ada amanatnya dan saya menguasai banyak bahasa."
"Kami tidak tinggalkan ruangan," kata Sjahrir. "Tetapi kami terima dengan muka merah gelak tawa dari hadirin lainnya," imbuhnya. Masih menurut Sjahrir, sesudah peristiwa itu para pemuda masih melawannya. "Tetapi tidak pernah lagi kami mencemoohkannya," ujar Sjahrir dikutip Jef Last.
Comments
Post a Comment