Abdul Hamid Abulung, yang Dihukum Mati
Syekh Muhammad Arsyad berhasil menyelamatkan keislaman masyarakat Banjar, terutama golongan awam, dari aliran tasawuf yang dibawa oleh Abdul Hamid Abulung. Ia mengajarkan aliran sufi wihdah al-wujud (manunggaling kawula gusti). Sultan Banjar menghukum mati Abdul Hamid Abulung setelah meminta fatwa dari Syekh Muhammad Arsyad.
Menurut Abu Daudi (1980), prosesi menghukum mati Abdul Hamid Abulung tidaklah vulgar. Mulanya Kesultanan Banjar yang saat itu diperkirakan diduduki oleh Sultan Tahmidullah atau Penembahan Batuah, merasa resah karena semakin banyak rakyat/masyarakat yang mengikuti ajaran tasawuf Abulung. Diantara ajarannya: "Tiada yang maujud kecuali Dia (Allah). Tiada wujud selainNYa. Tiada aku melainkan Dia, Dialah aku, aku adalah Dia". Orang yang belajar dan tidak belajar kepadabulung menjadi bingung.
Sultan mengirim utusan kepada Abdul Hamid Abulung memintanya menghadap Sultan. Abulung menolak sambil berkata: Abdul Hamid tidak ada, yang ada hanya Tuhan. Petugas suruhan datang lagi: Tuhan diminta ke istana. Abdul Hamid Abulung menolak seraya berkata: Tuhan tidak bisa diperintah, yang ada hanya Abdul Hamid.
Menghadapi jalan buntu ini sultan minta pendapat Syekh Arsyad al-Banjari. Oleh al-Banjari diminta agar sultan melakukan pendekatan prsuasif, diajak berunding, berdiskusi, jiga gagal maka sultan bisa menghukum secara seksama. Karena semua langkah gagal, akhirnya sultan memutuskan menghukum mati Abulung, karena ajarannya dianggap membahayakan akidah masyarakat. banyak (awam).
Sebelum dieksekusi, al-Banjari mandatangi Abulung dan berbicara epat mata. Abulung menyatakan, jika dia memang akan dihukum mati, ia rela saja seraya menujukkan jenis senjata yang tepat dan cara membunuhnya yaitu, di bawah pundak kiri. Sebab kalau senjata lain dan dengan cara lain tidak akan mempan. Akhirnya Abulung dihukum mati oleh petugas yang ditunjuk sultan. Konon darahnya yang mengalir ke tanah bertuliskan kalimat thayyiban la ilaha illalah. Ia dimakamkan di Abulung atau Ambulung, Kampung Sungai Batang Martapura. Makamnya masih ramai diziarahi orang hingga hari ini. Pristiwa semacam ini mirip dengan cerita Syekh Siti Jennar di Kerajaan Demak yang juga dihukum mati Demak atas fatwa para ulama Walisongo
Sumber: Barjie, Ahmad. "Kerajaan Banjar Dalam Bingkai Nysantara (Deskripsi dan Analisis Sejarah)". 2013. Banjarmasin. CV. Rahmat Hafiz Al Mubaraq
Comments
Post a Comment