Bincang dan Bincang


Di dalam keramaian Luri seperti acuh sendiri dengan sekitarnya. Ia sibuk memandangi entah apa di depannya. Mata dan kepalanya lurus ke depan bagaikan fokus melihat sesuatu. Mungkin pada pikirannya yang ia lihat adalah sesosok dzat. Entah dzat padat atau cair hingga gas hanya ia yang tahu.

Belakangan ini memang ramai perbincangan di TV tentang teror meneror. Di barat agak ke timur terdengar kabar lebih dari 100 orang meninggal atas bom bunuh diri. Di utara terjadi penembakan massal oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Tentu korban tidak sedikit. Sebenarnya masih banyak lagi tragedi teror meneror yang dipublikasikan di TV maupun di internet.

Mereka pada heboh berbincang itu. Dari melihat TV dan internet, banyak orang-orang yang membawa berita itu pada perbincangan di warung-warung kopi. Mereka sibuk membicarakan di "daerah A" terjadi pengeboman, di "daerah B" terjadi penembakan dan masih banyak lagi. Obrolan terus betlangsung, mereka mulai menebak-nebak bahwa "si Udin" adalah pelaku penembakan. Tapi yang lain juga memperkirakan "si Dayat" adalah pelaku sebenarnya. Terus perbincangan berlangsung semakin ramai. Sampai-sampai salah seorang pelanggan kopi lupa membayar haknya. Untung si Ahan mengingatkannya.

Terus obrolan tersebut lebih mendalam. Tapi di sisi jauh dari warung kopi tersebut tepatnya di pojok kanan ada sekelompok orang. Mereka seperti terasing. Terlihat mereka juga sibuk berbincang tentan suatu topik. Ahhhh, mungkin mereka juga mebicarakan tentang teror ini, teror itu ataupun teror sambel. Terlihat salah seorang dari mereka menunjukkan sebuah foto anak kecil. Di foto itu anak kecil tersebut sedang asik memilah bak sampah. Tapi bukan untuk mengumpulkan sampah-sampah itu, tetapi ia seperti sedang mencari suatu makanan barang untuk mengisi perut kecilnya itu.

Lawan bicaranya mulai memegang foto tersebut sampai sedikit berlinar matanya. Beda lagi dengan orang di sebelahnya. Orang itu dengan lantang meneriakkan apa yang disebut dengan keadilan sambil menilik foto anak kecil tersebut yang masih dipegang salah seorang di sebelahnya.

Kelompok yang terasing, terpojok, dan tergantung itu malah sibuk membicarakan kaum-kaum tertindas, kelaparan, dan teracuhkan dari pemberitaan TV. Mereka yang di foto itu tidak sedikitpun nongol pada headline-headline berita di TV maupun korankoran. Para berita TV tersebut hanya ingin mempublikasikan kaum-kaum tertentu, padahal masih banyak saudara-saudara kita yang seharusnya lebih diperhatikan sedikit.

Orang-orang hanya sibuk siapa pelaku penembakan, pengeboman dan apalah lagi itu. Mereka lupa di seberang sana ada juga umat-umat tertentu yang terbunuh tanpa dosa oleh umat-umat yang aneh. Tapi mereka tidak dipublilasikan.

Hingga pada waktu maghrib tiba perbincangan di warung kopi tersebut belum usai. Kelompok yang terasing tadi sudah meninggalkan tempat mereka. Mungkin mereka mngumpulkan dana untuk membantu anak kecil di foto tadi. Tapi mereka yang berbicara tentang teror meneror terus berlanjut entah sampai kapan. Ahhhh, jika saja Luri dapat kubaca pikirannya mungkin sama seperti kelompok yang membicarakan foto anak kecil tadi.

Comments

Popular posts from this blog

Datu Abdussamad, Ulama dari Tanah Bakumpai

Perlawanan Bangsa Indonesia terhadap Jepang

Mimpi Osman Ghazi akan Konstantinopel