Menyusuri Jejak Yahudi di Indonesia


Jejak-jejak Yahudi di Indonesia bisa ditelusuri mulai masa penjajahan Belanda. Ridwan Saidi, dalam beberapa tulisannya mengungkapkan cerita perjalanan Yahudi di Indonesia. Tahun 1717, di London, Imigran Yahudi membangun gerakan Zionis bernama Freemasonry,  free and accepted masons, atau rumah batu yang bebas dan akrab. Setelah berjalan 50 tahun, mereka mendirikan cabang di Hindia Belanda (Indonesia).



Dalam statuten/anggaran dasar Freemasonry atau Vrijmetselarij (VM) disebutkan, tujuan perhimpunan ini adalah membawa orang dan kemanusiaan ke derajat pikiran dan ilmu kehidupan yang lebih tinggi di dalam loge (gedung perkumpulan theosofi). VM melakukan berbagai aktivitas sosial, antara lain memberikan beasiswa dan mendirikan perpustakaan rakyat, khususnya buat orang Jawa.

Markas Zionisme di London akhirnya memindahkan pusatnya ke Adyar, sebuah kota kecil di India. Ketuanya Dr. Annie Besant. Dia Adyar, kaum Zionis menyelubungi gerakannya sebagai perkumpulan kaum theosofi. Tahun 1883, Baron Van Tangnagel mendapat mandat untuk mendirikan loge  di Pekalongan. Tapi,  loge ini mendapat reaksi keras dari masyarakat Pekalongan, Suatu loge, biasanya memang dipakai sebagai upacara peribadatan Yahudi dan tempat pemanggilan roh-roh halus.

Tahun 1909 datanglah A.J.E Van Blomstein ke Tanah Jawa. Ia mendirikan Theosofische Vereeneging (TV) yang merupakan cabang dari Adyar pada tanggal 31 Mei 1909. Pada 12 November 1912, TV mendapat pengakuan dari pemerintah kolonial sebagai badan hukum dan dimuat dalam lembaran Negara No. 543, Anggaran dasar TV tak berbeda dengan VM. Bahkan dalam buku anggaran dasarnya dimuat secara terang-terangan gambar Bintang David yang menjadi simbol gerakan Zionisme. TV pun sebenarnya sama saja dengan sinagog Yahudi, karena ciri khas ritual Yahudi adalah manggil setan sebagai kekuatan supranatural.

Para pengikut TV, gemar berbicara tentang persaudaraan antarmanusia tanpa membedakan bangsa, agama, jenis kelamin, atau warna kulit. Mereka mencela apa yang mereka sebut 'fanatisme agama'. Sejarawan M.C. Ricklefs dalam A History of Modern Indonesia menyimpulkan gerakan intelektual yang bersemangat anti-Islam mempunyai kaitan dengan perkumpulan theosofi. Menurut Ricklefsm gerakan theosofi adalah gerakan langka yang membawa elit Jawa, Indo Eropa, dan Belanda dalam kebersamaan.

Ir. Leeuwen, ketua TV, juga memimpin lembaga Dianeran van Indie. Lembaga swasta ini memberi beasiswa kepada sejumlah pelajar pribumi. Menurut Thabrani, tokoh-tokoh yang menerima beasiswa antara lain Prof. Soepomo, Prof. M. Yamin, Prof. Soekanto, Tirtawinata, Djamaludin Adinegoro, S. Mangunkarso, Soemarjo, Soepono, Siti Soendari (Nyonya Yamin), Siti Soemandari, dan Thabrani. Menurut Moh. Roem tidak ada pelajar santri yang pernah ditawari beasiswa oleh DIenaren van Indie.

Thabrani dikenal sebagai tokoh pemuda yang menelopori Kongres Pemuda I yang mengambil tempat di loge Broederketen dekat lapangan Benteng, Jakarta, tahun 1926. Kongres yang banyak melakukan caci maki terhadap Islam -khususnya tentang hukum perkawinan Islam- ini dibiayai oleh TV. Siti Soemandari, redaktur majalah Bangoen, juga dikenal sebagai tokoh yang banyak menghina Islam, Khususnya terhadap istri-istri Nabi Muhammad SAW.

Sesudah proklamasi, gerakan theosofi mencoba bangkit kembali. Pada 16 November 1951, berdiri Perhimpunan Theosofi Theosofische Vereeniginl. Pemrakarsanya, R. Soebroto dan Soemardjo. Pada 26 Mei 1952, berdiri pula perhimpunan theosofi loge Solo. Pelopornya, M. Ng. Satyapranawa dan Rg. Ng. Soekirso Prodjosoeprapto.

Berbagai usaha terus dilakukan untuk menghidupkan perkumpulan Zionis di Indonesia. Pada 14 Juni 1954, didirikan Jewish Community in Indonesia. Pendirinya, S. Dias Santilhano dan I. Khazam. Dalam Anggaran Dasarnya, perkumpulan nii bertujuan untuk "membela kepentingan-kepentingan Yahudi dalam arti seluas-luasnya untuk kebaikan anggota-anggotanya".

Untuk mencapai tujuannya, perkumpulan tersebut melakukan usaha antara lain untuk memelihara serta memupuk kehidupan Yahudi dalam lapangan agama, sosial, dan kebudayaan Indonesia. Usaha lain, memberikan nasehat dan tunjangan kepada orang-orang Yahudi yang berkediaman di Indonesia dan kebutuhannya.

Harapan kaum Yahudi untuk berkembang di Indonesia terganjal oleh Penpres NO. 2 tahun 1962, Dengan alasan tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia, tahun 1963 Presiden Soekarno mengeluarkan Keppres yang melarang berdirinya Rotary Club di seluruh bumi Indonesia. Organisasi internasional ini oleh Syekh At Tamimi (mantan Imam Masjid Al Aqsa) dan Prof. Ahmad Salaby (guru besar Universitas Al Azhar Kairo) disebut sebagai antek Zionisme Israel. Namun kini Rotary Club , juga Lions Club berkembang leluasa di Indonesia.

Menurut Ridwan Saidi, Rotary Club sekarang berfungsi membuat image (citra) yang baik terhadap Zionisme Israel, bahwa kaum Zionis adalah penolong 'orang-orang lepra'. Benarkah kini banyak antek-antek Zionis Israel berkeliaran di Indonesia? Tak gampang membuktikannya. Tapi, laporan Derek Manangka (Media Indonesia, 22 Februari 1994) perlu disimak. "Sekalipun tidak ada hubungan diplomatik, tampaknya warga Israel tetap bisa secara leluasa masuk ke Indonesia" begitu laporan Derek

Sumber: Harian Republika, tahun 1994

Comments

  1. Kalau "tampaknya" - itu tanpa bukti.
    Tanpa bukti itu karangan bebas.
    Karangan bebas adalah fiktif.
    Fiktif tidak bisa dipakai sebagai acuan.
    Apalagi dengan kata "Yahudi", sangat rentan terhadap golongan mayoritas.
    Dan sangat potensial terjadinya konflik, karena Yahudi sangat terkait dengan golongan minoritas.
    Padahal, Yahudi tidak identik dengan Kristen. Israel kebanyakan beragama Yahudi, bukan Kristen.
    Dan agama Yahudi mengacu pada Taurat yang menjadi cikal bakal hukum Islam.

    Derek Manangka, walau senior, bukan wartawan yang baik yang berdiri tanpa memihak. Hampir semua yang ditulis adalah asumsi, pemikiran tanpa bukti tersaji.
    Menghasut dan membentuk opini rakyat ke dalam tajamnya pertentangan.

    Be wiser

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Datu Abdussamad, Ulama dari Tanah Bakumpai

Perlawanan Bangsa Indonesia terhadap Jepang

Mimpi Osman Ghazi akan Konstantinopel