Jangan Salahkan Lapangannya


Mulai sekitar ba'da isya nanti, orang-orang pada berbondong-bondong menyaksikan sebuah drama. Bukan sebuah film, sinetron apalagi FTV yang sekarang sudah ruwet alurnya. Tapi ini hampir dipastikan di setiap warung-warung yang menyediakan TV untuk para pelanggannya penuh sesak dengan sepasang mata yang menghadap ke layar TV.

Dan drama dimulai. Walaupun waktu pementasan bisa dibilang singkat untuk beberapa orang, tapi itulah drama. Dengan waktu 2 x 45  menit tersuguhlah adegan-adegan yang cukup mendebarkan jantung. Mulai salah tendang kaki lawan hingga tak sengaja memegang barang suci yang harusnya digiring dengan kaki. Syukur drama tersebut dipimpin pengadil yang lagi adil, hingga tidak ada kerusuhan setelahnya. Walaupun ada pihak yang kalah.

Yang menang tentu jumawa. Yang kalah sudah pasti muha masam. Yang jumawa mulutnya selalu mengumandangkan aroma-aroma kemenangan. Yang kalah mulutnya penuh sesak dengan beribu-ribu alasan.

Kalah sejatinya membuatmu merendah. Tapi alasan membuatmu terlihat lebih kerdil. Mulai dari alasan playmaker tim tidak berjalan sesuai kehendak. Holding midfielder tim tidak patuh kepada coach, sampai meyalahkan lapangannya. Loh, kok lapangan disalahin. Lapangan itu punya rumput, tanah, dan air. Kalau nyalahin lapangan sama juga nyalahin alam. Alam kok dibawa-bawa.

Manusia tentunya diberi sebuah mahakarya yang bernama otak. Haruslah kita gunakan mahakarya itu. Gunakan sedikit dan kalau bisa gunakan seutuhnya. Pikirkan kenapa tim ini kalah. Bukan mencari alasan-alasan yang tidak jelas. Percumalah Tuhan memberi waktu 1440 menit dalam sehari, jika untuk mencari kesalahan orang lain. Sampai-sampai kita lupa makan dan minum. Janganlah menjadi 'pengacara' dadakan jikalau kita berada di bawah. Mau melompati lubang, eh sekalinya jurang yang terlihat.

Comments

Popular posts from this blog

Datu Abdussamad, Ulama dari Tanah Bakumpai

Perlawanan Bangsa Indonesia terhadap Jepang

Mimpi Osman Ghazi akan Konstantinopel