Mimpi Itu
Tugas yang dengan embel-embel sebutan presentasi tersebut belum juga selesai. Kelompok kami juga yang lainnya masih terus jalan dengan waktu yang tersisa. Semua mendapat tugasnya sendiri. Dari kepala A sampai kepala Z semua mendapat tugas. Entah dikerjakan atau tidak yang pasti semua sudah mendapat jatahnya.
Untuk itu Antai punya inisiatif sendiri dengan membagi tugas tersebut menjadi beberapa segmen. Dari bab-bab yang ada total berjumlah lima yang harus diselesaikan. Antai mulai mengerjakan segala macam apa yang terdapat di kepalanya.
Ketika mulai mengerjakan tugas itu, datanglah seseorang kepadanya, dengan topi yang biasa ia pakai. Itu si Alon, ia adalah seorang yang santun juga dermawan, tidak seperti para pejabat kebanyakan. Ia mulai sedikit mengeluarkan kata saktinya kepada Antai. Dari situ obrolan makin panjang.
Antai dengan santai meneladeni perbincangan panjang dengan Alon. Dengan jari tangan yang dipergunakan untuk mengetik, telinga terus berfungsi semestinya untuk mendengarkan ucapan-ucapan tersurat dari Alon. Alon berkata ini, berkata itu, berkata di sana. Antai hanya mengangguk sambil menjawab dengan singkat.
Hingga tugas yang dikerjakan Antai mendekati akhirnya, perbincangan tersebut mulai nyambung, karena Antai sudah mulai fokus ke mulut Alon. Seperti biasa Antai mengangguk terlebih dahulu. Baru ketika Alon membicarakan suatu hal yang dirasakan Antai menarik, panjanglah jawaban yang keluar dari mulut Antai. Tidak seperti sebelumnya, Antai yang sibuk dengan ketik-mengetik itu, mulai bersemangat berbincang dengan Alon ketika sudah pas.
Antai dengan semangat yang berlebuihan menerangkan hal yang dipertanyakan Alon. Kali ini berbalik, Alon yang mengagguk, Antai yang bernada indah dengan ucapannya. Terasa kata-kata Antai itu menusuk hati nurani seorang Alon. Alon memang orang yang tidak punya kejelasan hati, semuanya harus mendapat persetujuan sekitarnya. Namun kali ini ia sudah tahu apa yang harus dilakukannya.
Hingga semua usai. Antai dengan semangat diplomasinya menutup konsepnya dengan sebutan 'dream big'. Entah apa itu, Alon hanya mengiyakan. Hingga ia mengerti apa yang coba Antai jelaskan kepadanya. Alon mengerti. Entah itu yang disebut dengan mimpi, cita-cita, maupun keinginan. Tapi kata Antai lagi, semua itu hanya sebuah rencana kita. Kita hanya diwajibkan usaha-usaha, do'a, dan akhirnya pasrah. Jikalau rencana kita tidak sesuai dengaNya, yasudah. Karena bagaimanapun rencanaNya itu melebihi kapasitas kita. Perbincangan tersebut akhirnya diselesaikan dengan kedatangan seorang guru dengan mendadak di dalam kelas.
Comments
Post a Comment