Sidang Kampret


Padahal ruangannya cukup lebar, hawanya juga sejuk dengan terpasangnya AC di pojok ruangan, tapi suasananya itu lohh. Bingung aku ini sidang atau apa ya? Yang disidang sebenarnya santai-santai saja, juga pengacaranya. Tapi yang namanya pendukung atau apalah sebutannya itu membuat suasana panas.

Dinginnya AC tidak cukup meredakan amarah mereka semua. Mereka fanatik. Atau mungkin hanya ikut-ikutan. Juga mereka tidak mengerti apa yang disidangkan. Mereka mungkin hanya ikut teman-temannya yang mengajak. Setelah itu ada juga diantara mereka sembari berselfie ria memamerkan suasana sidang. Lohhh memang aku cuma ikut-ikutan, nggak tahu apa yang dibicarakan, yang penting ikut exist.

Itu masih mending. Ada yang fanatik betul pada terdakwa. Sampai-sampai mereka membawa spanduk yang bertuliskan kalimat-kalimat yang tidak kalah indah dengan puisi-puisi Jalaludin Rumi. Ada yang bertuliskan "Ini adalah sebuah ketidak adilan di muka bumi ini".

Itu juga masih mending. Ada yang jagonya berdiplomasi yang terus mendominasi dibandingkan pengacaranya. Mereka berkoar-berkoar bagaikan "Singa Podium" yang berpidato. Semua kata dikeluarkannya untuk menekan sang hakim. Mulai dari kalimat-kalimat bawaan orang pinggiran sampai-sampai kata-kata kotor.

Banyak orang tersebut di sidang ini. Banyak juga kata-kata kotor yang terlontar. Dari kubu sebelah melawan kubu yang lainnya. Tentu suasana sidang itu menjadi aneh. Semuanya berkata, "Kamu kampret!!!". Yang lain juga membalas, "Kamu yang sebenarnya kampret!!". Semua asik dengan kekampretannya masing-masing.

Hingga isya ingin menjengukmenjenguk, sidang itu terus diiringi nyanyian-nyanyian kampret. Hakim dengan bijaknya memutuskan untuk menunda sidang sampai waktu yang tidak ditentukan. Aduh-aduh, sidang yang seharusnya menyelesaikan masalah malah menambah masalah. Memang awalnya semua yang datang adalah kampret. Jadi seluruh konstruksi sidang jadi jampret. Maka jadilah sidang kampret.

Comments

Popular posts from this blog

Datu Abdussamad, Ulama dari Tanah Bakumpai

Perlawanan Bangsa Indonesia terhadap Jepang

Mimpi Osman Ghazi akan Konstantinopel